Minggu, 29 Mei 2011

Eksposisi Roma 16:25-27: INJIL ADALAH KEMULIAAN ALLAH

Roma 16:25-27: INJIL ADALAH KEMULIAAN ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-18


INJIL ADALAH KEMULIAAN ALLAH

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:25-27



Setelah memberikan salam kepada rekan-rekan pelayanan Paulus, maka ia menutup seluruh surat Roma ini dengan tiga ayat terakhir yaitu ayat 25 s/d 27. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa tiga ayat terakhir ini adalah Apostolic Doxology (Doksologi Rasuli). Saya menyebut 3 ayat terakhir ini sebagai penjelasan Paulus tentang Injil yang adalah kemuliaan Allah. Bagian penutup surat Roma ini mengulang kembali penegasan bagian awal surat Roma di pasal 1:16-17 dengan penegasan penting. Jika di pasal 1:16-17, Paulus menjelaskan bahwa Injil adalah kekuatan Allah, maka di tiga ayat terakhir di surat Roma ini, ia menjelaskan bahwa Injil adalah kemuliaan Allah. Di dalam Injil yang adalah kemuliaan Allah terkandung beberapa prinsip:
Pertama, di dalam Injil terkandung makna bahwa Allah menguatkan umat-Nya (ay. 25a). King James Version (KJV) dan New American Standard Bible (NASB) menerjemahkan “menguatkan” sebagai establish. International Standard Version (ISV) menerjemahkannya strengthen (=menguatkan). Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia (2003) menerjemahkannya sebagai menguatkan (hlm. 882). Dunia agama-agama mengajarkan bahwa kemuliaan Tuhan adalah suatu keberadaan di mana Tuhan jauh terpisah dari ciptaan-Nya. Namun, di bagian ini, kita belajar dari bagian ini bahwa kemuliaan Allah diwujudnyatakan melalui tindakan Allah menguatkan umat-Nya. Bagaimana cara Allah menguatkan umat-Nya? Paulus menjelaskannya, “menurut Injil yang kumasyhurkan dan pemberitaan tentang Yesus Kristus,” Di sini, terkandung dua hal di dalam satu inti. Paulus mengajarkan bahwa Allah menguatkan umat-Nya melalui Injil dan pemberitaan Kristus. Intinya adalah Injil dan Injil tersebut berkaitan dengan pemberitaan Kristus. Berarti di dalam Injil itulah, Allah menguatkan umat-Nya. Namun yang menjadi pertanyaan kita selanjutnya, menguatkan umat-Nya dalam hal apa? Allah menguatkan umat-Nya melalui Injil dengan membukakan kepada umat-Nya tentang jalan keluar dari dosa, iblis, dan maut yaitu melalui Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus yang diutus Bapa untuk menebus dosa umat-Nya. Dengan kata lain, Injil berkaitan erat dengan pribadi dan karya Kristus. Injil yang tidak lagi memberitakan Kristus adalah “injil” palsu. Rasul Paulus di dalam Galatia 1:6-9 mengajar jemaat Galatia dan kita juga, “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” Injil yang tidak memberitakan pribadi dan karya Kristus disebut Paulus sebagai “injil” lain. KJV menerjemahkan “injil” lain sebagai another gospel, sedangkan English Standard Version (ESV) dan International Standard Version (ISV) menerjemahkannya sebagai different gospel (“injil” yang berbeda). Apakah “injil” lain yang Paulus maksudkan? Tentu yang dimaksud Paulus dengan “injil” lain adalah Kristus + sesuatu. Nah, menurut konteks penulisannya, Paulus sedang merujuk kepada Yudaisme yang menambahi Injil dengan mengajar bahwa orang Kristen selain percaya kepada Kristus harus disunat juga. Itulah yang Paulus sebut sebagai “injil” lain. Setiap zaman, Kekristenan diterpa oleh berbagai “injil” lain tersebut. Di era postmodern, “injil” lain muncul dalam 2 versi: “injil” sosial yang menolak penginjilan secara verbal dan memutlakkan penginjilan melalui aksi sosial dan kedua, “injil” kemakmuran yang menekankan bahwa ikut Tuhan pasti kaya, sukses, dll. Kedua versi “injil” ini begitu laris menyedot pangsa pasar, khususnya versi kedua “injil” lain. Mengapa? Karena orang dunia (bahkan tidak sedikit orang “Kristen”) lebih menyukai “injil” lain ketimbang Injil Kristus karena beritanya enak didengar dan itulah yang sedang digandrungi oleh banyak orang “Kristen” postmodern (bdk. 2Tim. 4:3-4). Meskipun kedua versi “injil” lain ini juga memberitakan Kristus, tetapi Kristus yang diberitakan bukanlah Kristus versi Alkitab yang sesungguhnya, namun “Kristus” versi mereka: “Kristus” pemberi belas kasihan yang tidak memedulikan dosa dan pertobatan atau “Kristus” yang hanya bisa memberkati dan memberi kekayaan, namun tidak pernah memberi penderitaan sebagai ujian iman.

Selain enak didengar, kedua versi “injil” lain ini membuktikan satu hal: banyak orang Kristen sudah mulai bosan dengan Injil Kristus sejati. Mereka berpikir bahwa Injil Kristus sejati sudah usang, maka mereka mulai “memperbaharui” Injil supaya lebih “hidup.” Namun, secara tidak sadar, mereka bukan “memperbaharui” Injil, namun menambahi Injil sejati yang bisa meracuni Kekristenan yang sehat. Akibat kreativitas mereka yang tidak bertanggungjawab tersebut, banyak orang Kristen lebih tertarik dengan tambahan-tambahan “injil” tersebut, ketimbang pribadi dan karya Kristus yang begitu agung. Bagaimana dengna kita? Masihkah kita tertarik hanya kepada pribadi dan karya Kristus yang diberitakan oleh Injil? Ataukah kita lebih tertarik dengan tambahan-tambahan “injil” lain yang begitu mempesona? Biarlah kita menguji diri kita masing-masing.


Kedua, Injil adalah penyataan Allah (ay. 25b-26). Selain melalui Injil, Allah menguatkan umat-Nya, maka melalui Injil pula, Allah menyatakan diri-Nya kepada umat-Nya. Mari kita membaca kembali pernyataan Paulus, “sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad lamanya, tetapi yang sekarang telah dinyatakan dan yang menurut perintah Allah yang abadi, telah diberitakan oleh kitab-kitab para nabi kepada segala bangsa untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman--” ESV menerjemahkan, “according to the revelation of the mystery that was kept secret for long ages but has now been disclosed and through the prophetic writings has been made known to all nations, according to the command of the eternal God, to bring about the obedience of faith--” (=menurut penyataan/pewahyuan misteri yang dirahasiakan selama berabad-abad namun telah disingkapkan dan melalui tulisan-tulisan nabi telah diberitakan kepada semua bangsa, menurut perintah dari Allah yang kekal, untuk menghasilkan ketaatan iman) Dari bagian ini, kita belajar bahwa Injil sebenarnya adalah penyingkapan diri Allah kepada umat-Nya yang dahulu dirahasiakan selama berabad-abad melalui tulisan para nabi. Berarti, sebenarnya, melalui tulisan para nabi, Injil sudah ada, namun Allah belum saatnya menyingkapkannya. Mengapa Allah belum mau menyingkapkannya? Karena belum waktunya. Kapan waktunya Allah menyingkapkan semuanya itu? Ketika Allah mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus, pada saat itulah, diri Allah disingkapkan dengan jelas. Di dalam Galatia 4:4, Rasul Paulus menyatakan hal ini, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Dari sini, kita bisa mendapat pengajaran implisit dari Paulus bahwa Perjanjian Lama harus ditafsirkan menurut Perjanjian Baru, karena Perjanjian Baru yang menerangi Perjanjian Lama (meskipun TIDAK berarti Perjanjian Baru lebih berotoritas daripada Perjanjian Lama). Misalnya tentang Kejadian 3:15. Pada saat ini, kita mengerti bahwa Kejadian 3:15 adalah proto-evangelium atau Injil mula-mula yang menubuatkan kedatangan Kristus (disimbolkan keturunan Hawa) yang menghancurkan kepala si setan (disimbolkan ular). Tafsiran demikian adalah tafsiran Perjanjian Baru terhadap Perjanjian Lama. Demikian juga kitab-kitab para nabi lainnya menubuatkan kedatangan Kristus yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang sudah percaya Kristus dan mempelajari Perjanjian Baru yang berkaitan dengan Perjanjian Lama.

Kepada siapa diri Allah disingkapkan melalui Injil? Terjemahan Indonesia dan Inggris hanya menyatakan bahwa Injil disingkapkan kepada semua bangsa (all nations). Padahal teks Yunaninya menyatakan hal lebih khusus. Kata Yunani yang dipakai adalah ethnos yang menunjuk kepada orang-orang/bangsa-bangsa non-Yahudi atau orang kafir (Gentiles). Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. juga menerjemahkannya sebagai “bangsa-bangsa bukan Yahudi.” (hlm. 882) Mengapa Paulus membatasi hanya kepada bangsa-bangsa non-Yahudi? Pertama, kalau kita membaca kembali Roma 9-11, kita pasti mengerti alasannya, yaitu bahwa Allah ingin mempermalukan orang-orang Yahudi secara fisik dengan memilih beberapa orang non-Yahudi untuk menjadi umat-Nya. Kedua, karena orang-orang non-Yahudi belum mengetahui, mengerti, dan mempelajari Taurat, sehingga mereka perlu dimengertikan. Sedangkan orang-orang Yahudi yang seharusnya mengerti namun mata rohani kebanyakan dari mereka telah dibutakan. Ini menjadi pelajaran tersendiri bagi kita. Kita sering kali dengan mudahnya menghina orang-orang yang belum mendengar Injil sebagai orang yang tidak diselamatkan. Memang benar jika orang belum mendengar Injil pasti orang tersebut tidak dibenarkan. Namun yang menjadi permasalahannya adalah kesombongan kita menghina orang yang belum mendengar Injil itulah yang mengakibatkan kita seolah-olah merasa paling benar sendiri, lalu tidak mau menginjili mereka. Berhati-hatilah terhadap kesombongan kita dan jangan mengira karena kita adalah orang Kristen, kita tentu adalah umat-Nya. Jangan sembarangan menyebut orang Kristen sebagai anak-anak Tuhan, karena Alkitab mengajar kita bahwa TIDAK semua orang yang mengaku Kristus benar-benar disebut anak-anak Allah. Camkan perkataan Tuhan Yesus di dalam Matius 7:21-23, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"” Berarti orang Kristen sejati (=anak-anak Allah) Vs orang “Kristen” palsu (=anak setan yang sedang indekos di gereja) dapat dibedakan dari buahnya yang keluar dari imannya. Hal ini tidak berarti kita lebih mementingkan buah ketimbang esensi. Buah di sini berarti hasil yang memuliakan Tuhan, bukan sekadar buah yang kelihatan mata (fenomena). Buah tersebut adalah melakukan kehendak Bapa dan otomatis itu memuliakan Tuhan.

Apa tujuan Allah menyatakan diri-Nya melalui Injil? Paulus menjawab, “untuk membimbing mereka kepada ketaatan iman” NIV menerjemahkannya, “believe and obey him” Mayoritas terjemahan Inggris menerjemahkannya: obedience of faith (=ketaatan iman), hanya NIV dan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) enerjemahkannya, “percaya dan taat kepada Allah.” Kata Yunaninya adalah hupakoē yang bisa diterjemahkan ketaatan atau kepatuhan. Jadi yang ditekankan di sini adalah ketaatan kepada Allah, bukan masalah iman, meskipun keduanya saling terkait erat. Mengapa Paulus menyoroti masalah ketaatan dan bukan (hanya) iman? Karena Paulus sendiri percaya bahwa semua bangsa pasti memiliki iman kepada Allah (entah itu asli atau palsu), maka ia perlu menegaskan kembali tentang iman kepada pribadi Allah yang beres dan tentu disertai ketaatan sebagai buah iman. Dengan kata lain, Injil bukan hanya membimbing umat-Nya pada iman yang beres kepada Allah yang beres, namun juga untuk menaati apa yang difirmankan-Nya. Bagaimana dengan kita? Sering kali kita mengamini semua firman Tuhan (meskipun banyak dari kita mengamini firman-Nya yang cocok dengan kita), tetapi benarkah kita menaati apa yang difirmankan-Nya? Ataukah kita hanya mengisi otak kita dengan segudang pengertian firman Tuhan tanpa mau menaatinya? Ketaatan memang bukan proyek singkat, namun sebuah proyek panjang dan dibutuhkan proses. Proses untuk taat itulah yang disebut bergumul. Saya mendefinisikan bergumul sebagai suatu tindakan anak-anak Tuhan yang mengetahui dan mengerti firman Tuhan dan tentu mengetahui risiko di dalamnya, namun terus-menerus berusaha untuk taat kepada firman Tuhan itu. Berarti, ada daya upaya untuk mau berjuang terus-menerus mengalahkan si iblis dan kroni-kroninya dan lebih menaati Tuhan dan firman-Nya. Namun, sayangnya, istilah agung ini sudah dimuati oleh arti-arti yang tidak bertanggungjawab bahkan oleh seorang anak aktivitas gereja. Istilah agung ini menjadi sebuah istilah menjijikkan yang berarti sebuah proses untuk mengiyakan memiliki lawan jenis yang tidak seiman demi kecocokan dengannya, bukan kecocokan dengan Tuhan. Dengan kata lain, “bergumul” menjadi semacam rasionalisasi “rohani” dari manusia berdosa untuk memenuhi nafsunya yang berdosa. Biarlah kita dengan bertanggungjawab dan SADAR mengerti definisi bergumul dan menjalankannya dengan kegentaran di hadapan-Nya, bukan mempermainkan istilah demi kepuasan sendiri.


Ketiga, di dalam Injil, nama Allah senantiasa dipermuliakan selama-lamanya (ay. 27). Di dalam Injil yang adalah kemuliaan Allah, maka tentu saja nama Allah senantiasa dipermuliakan selama-lamanya. NIV menerjemahkan ayat 27, “to the only wise God be glory forever through Jesus Christ! Amen.” (=bagi satu-satunya Allah yang bijaksana segala kemuliaan selama-lamanya melalui Yesus Kristus! Amin.) Di sini, kemuliaan Allah langsung dikaitkan dengan kebijaksanaan-Nya. Berarti, tidak ada satu langkah pun dari Allah yang bodoh atau tidak bijaksana. Itulah kemuliaan-Nya. Hal ini tentu berbeda dengan manusia yang sering kali salah arah bahkan tidak bijaksana. Itulah akibat kemuliaan Allah yang telah dirusak oleh dosa dan sedang diperbaharui oleh Allah melalui penebusan Kristus yang diefektifkan oleh Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya (bdk. Rm. 3:23-24). Kembali, kemuliaan-Nya berkaitan erat dengan kebijaksanaan-Nya dan kebijaksanaan-Nya berkaitan erat dengan Kristus Yesus. Berarti, Tuhan Yesus Kristus adalah Sumber Hikmat Allah. Di dalam 1 Korintus 1:18-31, Rasul Paulus menjabarkan dengan jelas Pribadi Kristus sebagai Sumber Hikmat Allah bagi orang Yahudi yang menghendaki tanda dan orang Yunani yang mencari hikmat. Dan bagian tersebut ditutup dengan dua kesimpulan penting, yaitu: di ayat 25, “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia.” dan di ayat 30-31, “Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."”

Dari ayat terakhir di Roma 16 ini, kita mendapatkan satu kesimpulan yang terintegrasi, yaitu: di dalam Injil, kemuliaan Allah dinyatakan, di dalam kemuliaan Allah terkandung kebijaksanaan-Nya, dan kebijaksanaan-Nya itu ada di dalam Tuhan Yesus. Dengan kata lain, di dalam Pribadi Kristus terkandung kebijaksanaan sekaligus kemuliaan Allah. Inilah finalitas Kristus yang tidak bisa dibandingkan dengan semua pendiri agama, filsafat, dan kebudayaan siapa pun.


Setelah kita merenungkan tiga ayat terakhir dari Roma 16, apa yang menjadi respons kita terhadap Injil? Menerima atau menolak? Jika kita menerima, bersyukurlah, karena itu bukan hasil usaha kita, namun karena pencerahan dan kelahiran baru yang Roh Kudus kerjakan di dalam hati kita untuk percaya kepada Kristus yang Injil beritakan. Setelah kita menerima Injil tersebut, tugas kita adalah mewartakan Injil itu kepada mereka yang belum percaya sesuai mandat agung Tuhan Yesus sebelum naik ke Sorga (Mat. 28:19). Bagi mereka yang menolak Injil, pertanggungjawabkanlah apa yang Anda putuskan hari ini di hadapan Allah pada akhirnya. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 7:24 PM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
28 January 2010
Roma 16:21-24: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-8
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-17


SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-8

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:21-24



Jika di ayat 3 s/d 15, Paulus memberikan salam pribadinya kepada jemaat-jemaat di Roma, maka di ayat 21 s/d 23, ia menyampaikan salam dari teman-teman pelayanannya untuk jemaat-jemaat di Roma.

Di ayat 21, Paulus menyebut dua orang teman: teman sekerja dan teman sebangsa. Teman sekerjanya adalah Timotius. Siapa Timotius? Timotius adalah anak rohaninya (bdk. 1Tim. 1:2). Profil Timotius dapat dilihat dari Kisah Para Rasul 16:1, “ibunya adalah seorang Yahudi dan telah menjadi percaya, sedangkan ayahnya seorang Yunani.” Kepada jemaat di Korintus, Paulus juga menyebut tentang Timotius, “Jika Timotius datang kepadamu, usahakanlah supaya ia berada di tengah-tengah kamu tanpa takut, sebab ia mengerjakan pekerjaan Tuhan, sama seperti aku.” (1Kor. 16:10) NIV Spirit of the Reformation Study Bible menjelaskan bahwa Timotius disebutkan 10x di dalam surat-surat Paulus.

Teman sebangsa Paulus yang disebutkan adalah Lukius, Yason, dan Sosipater.
Lukius adalah seorang yang berasal dari Kirene (Kis. 13:1).
Yason adalah tuan rumah Paulus ketika berada di Tesalonika (Kis. 17:5-9) Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible memberi keterangan bahwa Yason adalah seorang Yahudi. Namanya berasal dari bahasa Yahudi “Jeshua” atau “Jesus”. Dia adalah saudara laki-laki dari Onias, Imam Besar Yahudi.
Sosipater tidak lain adalah Sopater, anak Pirus dari Berea yang menemani Paulus ke Asia (Kis. 20:4). Menurut Dr. John Gill, Sopater juga seorang Yahudi dan kapten dari Yudas Makabeus.


Bukan hanya dari teman sepelayanan dan sebangsanya, Paulus juga menyampaikan salam dari sekretarisnya, Tertius (ay. 22). Tertius sebagai sekretaris yang bertugas menulis apa yang didiktekan oleh Paulus kepadanya.


Di ayat 23, Paulus menyampaikan salam dari:
Pertama, Gayus. Paulus menyebut Gayus sebagai orang yang memberi tumpangan kepadanya dan kepada seluruh jemaat. Ada yang menafsirkan bahwa Gayus ini adalah orang Makedonia yang bersama dengan Paulus di Efesus (Kis. 19:29). Yang lain menafsirkan bahwa Gayus ini adalah orang Derbe yang menemani Paulus ke Asia (Kis. 20:4). Ada juga yang menafsirkan bahwa Gayus ini adalah orang yang dibaptis Paulus di Korintus (1Kor. 1:14). Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible juga menyebutkan hal serupa. Namun baik Dr. John Gill maupun Matthew Henry merujuk kepada orang yang sama yaitu Gayus yang kepadanya Rasul Yohanes menulis suratnya ketiga (3Yoh. 1:1). Mengapa bisa demikian? Karena baik Dr. John Gill maupun Matthew Henry menyatakan bahwa Gayus di ayat ini dengan Gayus di 3 Yohanes 1:1 memiliki karakteristik yang sama yaitu sama-sama memiliki keramahtamahan.

Kedua, Erastus. Erastus dikatakan sebagai bendahara negeri. Matthew Henry menjelaskan bahwa Erastus ini bukan hanya sebagai bendahara negeri di Korintus, namun juga menemani Paulus di dalam pelayanannya (Kis. 19:22; 2Tim. 4:20).

Ketiga, Kwartus. Kwartus disebut Paulus sebagai saudara kita. Dr. John Gill memberi keterangan siapa Kwartus. Kwartus adalah saudara rohani Paulus. Dia adalah orang Roma dan termasuk salah satu dari ketujuhpuluh murid Kristus (Luk. 10:1). Kemudian, dia menjadi Uskup di Berytus.


Setelah menyampaikan salam dari orang-orang di atas kepada jemaat-jemaat di Roma, maka Paulus menutupnya di ayat 24, “(Kasih karunia Yesus Kristus, Tuhan kita, menyertai kamu sekalian! Amin.)” Pertanyaan kita adalah mengapa di ayat ini, LAI memberi tanda kurung? Karena beberapa tafsiran menjelaskan bahwa ayat ini di banyak manuskrip asli tidak ada. Ayat ini meskipun merupakan tambahan, namun tetap berguna, karena berfungsi mengulang kembali tentang konsep kasih karunia yang telah dinyatakan di ayat 20.


Dari perenungan kita akan 4 ayat ini, kita belajar bahwa Paulus bukan hanya menyampaikan salamnya kepada jemaat-jemaat di Roma, namun juga menyampaikan salam dari rekan pelayanan dan rekan sebangsanya kepada jemaat-jemaat di Roma. Berarti di dalam pelayanan, Paulus tetap mengikutsertakan rekan-rekannya. Dengan kata lain, ada saling keterikatan dan persekutuan yang intim antara para pelayan Tuhan dengan jemaat-jemat yang dilayaninya, meskipun berjauhan. Hal ini menjadi peringatan dan teguran bagi kita. Para pelayan Tuhan sering kali menyibukkan dirinya dengan pelayanan, sampai-sampai melupakan jemaat. Bahkan ada juga pelayan Tuhan yang tidak mempedulikan kehidupan jemaatnya dengan alasan kalau jemaat terlalu diperhatikan, maka jemaat menjadi manja. Ekses itu bisa saja terjadi, namun ekses tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan tugas penggembalaan. Gereja yang kurang memerhatikan tugas penggembalaan dan terus sibuk mengurus pengajaran doktrinal melalui khotbah mimbar akan menjadikan gereja tersebut suam-suam kuku dan tidak ada kehangatan persekutuan yang intim. Biarlah gereja hari ini meneladani gereja mula-mula yang memerhatikan pengajaran firman, persekutuan, dan penginjilan. Tiga tugas ini harus benar-benar menyeluruh dikerjakan oleh gereja Tuhan demi hormat dan kemuliaan nama-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 8:31 PM 1 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
21 December 2009
Roma 16:19-20: KESATUAN DAN KEBENARAN DI DALAM TUBUH KRISTUS: Solusinya
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-16


KESATUAN DAN KEBENARAN DI DALAM TUBUH KRISTUS: Solusinya

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:19-20



Dikontraskan dengan dua ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa ada sekumpulan jemaat yang berniat memecah belah jemaat Roma, maka di ayat 19, Paulus memuji jemaat Roma yang setia/taat sekaligus tetap memberikan nasihat-nasihat, “Kabar tentang ketaatanmu telah terdengar oleh semua orang. Sebab itu aku bersukacita tentang kamu. Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat.” Dibandingkan dengan beberapa jemaat yang berusaha memecah belah, maka jemaat Roma dipuji Paulus adalah jemaat yang setia dan kesetiaannya telah didengar banyak orang. Kata “kesetiaan” dalam bahasa Yunaninya hupakoē bisa berarti ketaatan atau ketundukan atau kepatuhan. Kata “terdengar” dalam bahasa Yunaninya aphikneomai bisa berarti tersebar luas atau tiba (to arrive at). Berarti, ketaatan jemaat Roma tersebar luas ke semua orang (bdk. Rm. 1:8). Sebagai reaksinya, Paulus bersukacita karena ketaatan jemaat Roma tersebut. Lalu, apa maksud Paulus mengungkapkan hal ini? Di ayat 19b, ia mengatakan, “Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat.” Apa maksud ayat ini? Adam Clarke di dalam tafsirannya Adam Clarke’s Commentary on the Bible menafsirkan bahwa pernyataan Paulus yang bersukacita akan ketaatan jemaat Roma dimaksudkan agar jemaat Roma terus mendengar ajaran yang benar dan menjauhi para pengajar yang salah. Berarti Paulus ingin agar jemaat Roma memiliki discerning power (kekuatan membedakan). Mendengar ajaran yang benar dan menjauhi para pengajar yang salah ditandai dengan dua sikap yang Paulus kemukakan di ayat 19b ini:
Pertama, bijaksana terhadap apa yang baik. Kata “baik” dalam bahasa Yunaninya agathos bisa berarti baik atau berguna. Teks Yunani lain ada yang menerjemahkannya men berarti benar-benar (truly). Dengan kata lain, Paulus di titik pertama hendak mengajar jemaat Roma untuk bijaksana terhadap apa yang sungguh-sungguh/berguna/baik. Berarti, bijaksana di titik awal harus dikaitkan dengan suatu kebaikan atau kesungguhan. Bijaksana tanpa dikaitkan dengan kebaikan/kesungguhan bisa berakibat fatal. Berapa banyak dari kita yang menganggap diri bijaksana, namun sayangnya konsep bijaksana mayoritas tidak dibangun di atas dasar kebaikan/kesungguhan, sehingga bijaksana kita menjadi bijak-sini. Selain itu, bijaksana bukan hanya dibangun di atas dasar kebaikan/kesungguhan, tetapi juga melakukan yang baik. Sebagai perbandingan, di Roma 12:9b, Paulus juga mengajar, “lakukanlah yang baik” (King James Version: “cleave to that which is good.”) Kata Yunani untuk “baik” di ayat 9b ini juga agathos. Struktur kata kerja Yunani di dalam ayat ini adalah pasif, berarti bukan kita yang aktif, tetapi kita pasif, mengapa? Karena Roh Kudus yang aktif pertama kali membuat kita berpaut pada dan melakukan kebaikan. Karena Roh Kudus yang aktif dan memulai karya ini, maka Ia pulalah yang menuntun kita di dalam proses bijaksana melakukan yang baik demi kemuliaan-Nya. Melakukan sesuatu yang baik memang diperlukan suatu kebijaksanaan, karena jika tidak, bisa berbahaya. Banyak orang berbuat baik, namun sayangnya tidak bijaksana. Misalnya, menolong orang yang kekurangan dengan menghambur-hamburkan uang, tanpa mendidik orang yang berkekurangan itu untuk bekerja. Akibatnya, pengemis bukan tambah sedikit, tetapi tambah banyak. Biarlah Roh Kudus terus memurnikan dan menuntun kita agar kita makin bijaksana melakukan yang baik demi kemuliaan-Nya.
Kedua, bersih terhadap apa yang jahat. Kata “bersih” di sini memiliki beragam terjemahan. KJV menerjemahkannya simple (=jujur, tidak bercampur, murni). Terjemahan Indonesia dari teks Yunani yang diterjemahkan oleh Pdt. Hasan Sutanto, D.Th. di dalam Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia adalah tidak bernoda. New International Version (NIV) dan New American Standard Bible (NASB) menerjemahkannya innocent (=tidak berdosa/tidak bersalah). Berarti, selain bijaksana terhadap apa yang baik, Paulus menuntut jemaat Roma untuk memiliki kerohanian yang bebas dari sesuatu yang jahat. NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkannya bahwa jemaat Roma membutuhkan kebijaksanaan dan hati rohani tanpa campuran dari sesuatu yang jahat. Dengan kata lain, selain bijaksana terhadap apa yang baik, kita pun dituntut untuk memiliki kemurnian hati yang tidak dikontaminasi oleh sesuatu yang jahat. Bagaimana caranya agar tidak tercampur dengan hal-hal yang jahat? Kembali, di dalam Roma 12:9b, Paulus mengajar kita, “Jauhilah yang jahat” KJV menerjemahkannya, “Abhor that which is evil” Ya, bukan hanya sekadar menjauhi kejahatan, tetapi sangat bencilah kejahatan itu. Seorang yang telah membangun bijaksananya di atas dasar kebaikan dan melakukan kebaikan itu dengan sendirinya (dengan bantuan Roh Kudus, tentunya) mengakibatkan orang itu di titik pertama memiliki motivasi hati yang murni, cara yang murni, dan tentunya tujuan yang murni, bukan untuk diri, namun untuk Tuhan. Dia tidak akan mau apa yang dilakukannya dari motivasi, cara, dan tujuan bercampur dengan hal-hal kejahatan, karena itu mendukakan hati-Nya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menguji hati kita ketika melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukannya dengan motivasi, cara, dan tujuan yang beres di hadapan-Nya?


Lalu, Paulus bukan hanya memberi pujian dan nasihat, ia juga memberi kekuatan kepada jemaat Roma untuk menjalankan nasihat Paulus itu. Sebagai kekuatan dan penghiburan, di ayat 20, ia menyatakan, “Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!” Kekuatan dan penghiburan dari Paulus kepada jemaat Roma untuk menjalankan nasihat Paulus untuk memiliki kekuatan pembeda adalah bahwa mereka bisa melakukan hal tersebut karena Allah akan menghancurkan Iblis di bawah kaki umat-Nya. Kata “menghancurkan” di dalam bahasa Yunani suntribō bisa berarti menghancurkan/mematahkan sampai berkeping-keping (to break in pieces). Kata ini di dalam struktur teks Yunani menggunakan bentuk keterangan waktu future (masa depan) dan aktif. Berarti, ketika kita berada di dalam pergumulan melawan kejahatan ketika kita hendak berbijaksana melakukan yang baik, maka percayalah, ada Allah menyertai kita, Ia akan meremukkan iblis sampai berkeping-keping dan meletakkannya di bawah kaki kita, umat-Nya. Dengan kata lain, kemenangan Allah menjadi kemenangan kita asalkan kita tetap berpaut kepada-Nya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mengalami kemenangan yang Tuhan anugerahkan kita di dalam kesatuan dan kebenaran di dalam tubuh Kristus? Mari kita mengalami terus-menerus kemenangan Allah itu di dalam hidup kita. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 9:04 PM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
09 December 2009
Roma 16:17-18: KESATUAN DAN KEBENARAN DI DALAM TUBUH KRISTUS: Hambatannya
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-15


Kesatuan dan Kebenaran Di Dalam Tubuh Kristus: Hambatannya

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:17-18



Setelah memberi salam kepada orang-orang di ayat 1 s/d 16, maka Paulus mulai memberi peringatan kepada jemaat Roma pada ayat 17 s/d 19. Pada bagian ini, kita akan merenungkan peringatan pertama Paulus di ayat 17-18. Peringatan pertama yang Paulus katakan berkaitan dengan bahaya internal. Bahaya internal itu dijelaskan Paulus di ayat 17, “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka, yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima, menimbulkan perpecahan dan godaan. Sebab itu hindarilah mereka!” Kata “menasihatkan” di dalam ayat ini di dalam King James Version (KJV), Revised Version (RV), 1833 Webster Bible, 1912 Weymouth New Testament (WNT), diterjemahkan beseech (=memohon/meminta). International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya urge (=mendorong/mendesak). Kata Yunani yang dipakai adalah parakaleō yang bisa berarti memohon/menasihati/mendorong. Apa yang Paulus nasihatkan? Paulus mendorong jemaat Roma untuk waspada terhadap tantangan yang muncul dari dalam, yaitu orang-orang yang berusaha memecah belah dan menggoda jemaat. Kata “waspada” di dalam ayat ini di dalam KJV diterjemahkan mark (=perhatikan). Kata Yunani yang dipakai adalah skopeō bisa berarti perhatikan. Berarti di dalam tindakan berwaspada, ada tindakan memperhatikan. Siapa yang perlu diwaspadai/diperhatikan? Paulus mengatakan bahwa yang perlu diwaspadai adalah orang-orang internal yang berusaha mengacaukan dan menggoda jemaat. Orang tersebut memiliki ciri-ciri:
Pertama, motivasinya untuk memecah belah dan menggoda jemaat. Struktur teks terjemahan Indonesia ini meletakkan “yang bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima” lebih dahulu ketimbang “menimbulkan perpecahan dan godaan.” Sedangkan teks Yunani dan beberapa terjemahan Inggris meletakkan urutan yang sebaliknya. Dengan kata lain, ciri orang internal tersebut adalah bermotivasi memecah belah dan menggoda jemaat. Perpecahan di dalam ayat ini bahasa Yunaninya dichostasia bisa berarti disunion (=pemisahan/perselisihan). Dan kata godaan dalam bahasa Yunaninya skandalon (bisa berarti jebakan) yang dari kata ini muncul istilah skandal. ISV menerjemahkan “godaan” ini sebagai sinful enticements (bujukan berdosa). NIV dan English Standard Version (ESV) menerjemahkannya obstacles (=halangan/rintangan). Terjemahan yang lebih tepat bukan hanya sekadar rintangan, tetapi lebih ke arah jebakan/bujukan berdosa (mengikuti terjemahan ISV). Berarti godaan ini jelas bersifat negatif dan sekaligus berdosa. Siapakah orang yang dimaksud Paulus sebagai pemecah belah dan penggoda jemaat? Baca Roma 14 (bdk. NIV Spirit of the Reformation Study Bible hlm. 1839). Di situ, Paulus mengungkapkan bahwa si pemecah dan penggoda jemaat adalah mereka yang terlalu mengurusi/meributkan hal-hal lahiriah/sekunder ketimbang esensial. Jika di zaman Paulus, ada kemungkinan orang Kristen bisa memecah belah dan menggoda jemaat, maka tentu di zaman sekarang, orang-orang model seperti ini juga tetap ada. Apa cirinya? Jelas, orang ini hanya berKTP “Kristen” tetapi imannya tidak sungguh-sungguh berpusat kepada Kristus. Imannya dibangun di atas kehebatan diri. Tidak heran, motivasinya bukan saling menguatkan sesama saudara seiman, tetapi menimbulkan perpecahan di antara saudara seiman. Ada dua contoh. Contoh pertama, terlalu menekankan ajaran-ajaran sekunder. Misalnya, baptisan anak tidak dilarang dan tidak diharuskan di dalam Alkitab, tetapi ada beberapa orang Kristen memutlakkannya. Atau mungkin doktrin-doktrin lain yang sekunder, misalnya cara baptisan, dll mengakibatkan gereja Kristen terpecah belah. Contoh kedua adalah hal praktis. Misalnya, dengan menggosipkan jemaat lain (yang belum tentu benar) atau menghina jemaat lain, dll. Bukan hanya memecah belah jemaat, tindakan menggoda atau membujuk juga dilakukan oleh beberapa orang “Kristen”. Mereka mulai memancing jemaat lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang melawan Alkitab, misalnya bisnis MLM, dll. Godaan-godaan seperti itu bukan hanya terjadi di zaman Paulus saja, tetapi juga di zaman postmodern ini.

Kedua, ajarannya tidak sesuai dengan ajaran para rasul. Para pemecah dan penggoda jemaat ini sebenarnya adalah mereka yang ajarannya tidak beres. Ajaran tidak beres ini mengakibatkan mereka melakukan ulah yang memecah belah dan menggoda jemaat lain. Dengan kata lain, tindakan pemecahbelah dan penggoda jemaat dilatarbelakangi oleh suatu presuposisi ajaran yang tidak beres, yaitu tidak sesuai dengan ajaran para rasul. Istilahnya, orang yang memecah belah dan menggoda jemaat ingin cari rekan untuk menemaninya menganut ajaran yang tidak bertanggungjawab itu. Kalau kita refleksikan di zaman sekarang, para pemecah belah dan penggoda jemaat biasanya dilatarbelakangi oleh ajaran/imannya yang bertentangan dengan dan bahkan melawan Alkitab. Misalnya, ada jemaat yang masih belajar dan melakukan yoga, tenaga dalam, dll, lalu mempengaruhi jemaat lain untuk sama-sama belajar yoga, tenaga dalam, dll. Dengan melancarkan godaan tersebut, ia sudah berdosa dobel. Pertama, ia sudah melakukan sesuatu yang melawan prinsip Alkitab dan kedua, ia mengajak orang lain melakukan tindakan berdosa.

Oleh karena itu, sikap Paulus tegas menghadapi orang-orang seperti ini, “Sebab itu hindarilah mereka!” “Hindarilah” di dalam NIV dan teks Yunani diterjemahkan keep away from (=jauhilah). Dengan kata lain, kepada orang-orang di atas, Paulus tegas mengajar jemaat Roma untuk menjauhi mereka. Mengapa menjauhi mereka? Apakah kita tidak berlaku kasih? TIDAK. Justru dengan menjauhi orang-orang seperti itu, kita mengasihi Tuhan dan jemaat-Nya, mengapa? Karena kita memelihara kesatuan tubuh Kristus (bdk. Ef. 4:3-6). Kesatuan yang dimaksud di sini TIDAK seperti kesatuan yang didengungkan oleh beberapa (atau bahkan) banyak gereja postmodern yang semaunya sendiri. Kesatuan di sini berarti kesatuan di dalam Kebenaran firman-Nya yang berpusat kepada Kristus (baca tuntas Ef. 4:3-6). Bagaimana dengan kita? Masihkah kita lebih mempertahankan kehebatan gereja kita sendiri dan tidak lagi bersatu dengan anggota tubuh Kristus lainnya di dalam kebenaran firman-Nya? Biarlah ini mengoreksi kita.


Orang-orang yang Paulus sebutkan di ayat 17 ternyata memiliki dasar iman/motivasi yang tidak beres dan tentunya cara yang tidak beres. Hal tersebut disingkapkan dengan jelas oleh Paulus di ayat 18, “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya.” Di ayat 18, Paulus mengungkapkan dasar iman/motivasi yang tidak beres dari si pemecah dan penggoda jemaat tersebut yaitu: tidak melayani Kristus, tetapi melayani perut mereka sendiri. Berarti, imannya bukan God-centered, tetapi self-centered. Kata “melayani” yang dipakai di ayat ini bahasa Yunaninya douleuō yang berasal dari akar kata doulos (=budak/hamba). Dengan demikian, motivasi dasarnya si pemecah dan penggoda jemaat bukan menjadi budaknya Tuhan, tetapi budak diri, lebih kasar lagi, budak perutnya. Yang dia layani hanya kemauan (baca: nafsu) perutnya sendiri demi kepuasan/kehebatan diri. Lalu, motivasi demikian dibarengi dengan cara-cara yang tidak bertanggungjawab pula. Dari motivasi yang tidak beres melahirkan cara yang tidak beres pula. Cara tersebut adalah mereka menggunakan kata-kata yang muluk-muluk dan bahasa yang manis untuk menipu orang Kristen. “Kata-kata yang muluk-muluk” di dalam KJV diterjemahkan good words (kata-kata yang bagus). NIV menerjemahkannya smooth talk (pembicaraan yang halus). “Bahasa mereka yang manis” di dalam KJV diterjemahkan fair speeches (kemampuan berbicara/berpidato yang sopan/ramah). NIV menerjemahkannya flattery (=sanjungan berlebihan/pujian yang bersifat menjilat). Berarti, cara-cara mereka benar-benar licik. Mereka tidak menggunakan cara rumit, tetapi cara sederhana, yaitu melalui perkataan. Dengan mengeluarkan kata-kata yang manis dan baik, mereka bisa menipu orang, lalu tujuannya tercapai yaitu jemaat terpecah dan tergoda. Hal ini juga bisa diimplikasikan di dalam Kekristenan zaman sekarang. Para pemecah dan penggoda jemaat ini berusaha mengindoktrinasi orang Kristen lain dengan ajaran-ajaran yang tidak bertanggungjawab. Meskipun kelihatannya mereka memakai ayat-ayat Alkitab, namun sayangnya ayat-ayat Alkitab yang mereka pakai dilepaskan dari konteks dan latar belakangnya, sehingga seolah-olah ayat-ayat Alkitab itu cocok dan “logis”. Itulah yang kita perhatikan misalnya pada beberapa penganut baptisan selam yang memutlakkan baptisan selam dan menghina mereka yang dibaptis percik sebagai penganut baptisan yang tidak “Alkitabiah”. Dengan bertindak demikian, mereka memecah belah dan menggoda jemaat dengan segudang ayat-ayat Alkitab yang dilepaskan dari konteksnya. Apakah dengan cara seperti itu mereka melayani Tuhan? TIDAK! Paulus mengatakan bahwa sebenarnya mereka sedang melayani perut mereka sendiri. Atau mereka sedang melayani kehebatan mereka sendiri, yang lebih parah lagi, kehebatan mereka itu dibarengi dengan klaim-klaim yang tidak bertanggungjawab, misalnya, “Tuhan Yesus memerintahkan saya untuk membaptis selam.”


Biarlah ini menjadi peringatan bagi kita juga. Siapakah yang kita layani mempengaruhi motivasi pelayanan kita dan cara yang kita pergunakan serta berdampak pada tujuan/hasil akhirnya. Biarlah kita menguji diri kita masing-masing, sudahkah kita benar-benar melayani Tuhan di dalam kesatuan tubuh Kristus dengan pengertian iman yang bertanggungjawab? Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 9:57 PM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
15 November 2009
Roma 16:16: KASIH, KESATUAN, DAN PERSEKUTUAN DI DALAM TUBUH KRISTUS: Pendahuluan
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-14


Kasih, Kesatuan, dan Persekutuan Di Dalam Tubuh Kristus: Pendahuluan

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:16



Setelah memberi salam kepada orang-orang di ayat 1 s/d 15, maka di ayat 16, Paulus mengatakan, “Bersalam-salamlah kamu dengan cium kudus. Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” Ayat ini merupakan pendahuluan tentang konsep kasih, kesatuan, dan persekutuan di dalam tubuh Kristus yang akan dijelaskan pada ayat 17-20. Kata “bersalam-salamlah” di dalam terjemahan Inggris menggunakan beragam kata yang intinya bermakna sama. Analytical-Literal Translation (ALT), English Majority Text Version (EMTV), English Standard Version (ESV), God’s Word, International Standard Version (ISV), Literal Translation of the Holy Bible (LITV), Modern King James Version (MKJV), dan New International Version (NIV) menggunakan kata greet (=memberi salam/menyambut). Sedangkan Bishops’ Bible 1568, 1889 Darby Bible, King James Version (KJV), James Murdock New Testament, Revised Version (RV), 1833 Webster Bible, 1912 Weymouth New Testament (WNT), dan 1898 Young’s Literal Translation (YLT) menggunakan kata salute (=menyalami/memberi hormat). Terjemahan Indonesia dari teks Yunani adalah bersalam-salamlah (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 880). Uniknya, kata ini di dalam struktur teks Yunaninya adalah sebuah bentuk perintah (imperative). Berarti Paulus memerintahkan jemaat Roma untuk saling bersalam-salaman. Uniknya lagi, cara bersalaman ini adalah dengan cium kudus. Terjemahan Inggrisnya: holy kiss (ciuman kudus). Kata kiss ini di dalam bahasa Yunaninya philēma dan kata Yunani ini diambil dari phileō yang berarti kasih persahabatan. Dengan kata lain, cium kudus ini bukan seperti yang sering disalahartikan, yaitu cium yang didasari oleh nafsu birahi, tetapi ciuman ini adalah ciuman kudus yang didasarkan pada kasih persahabatan. Nelsonn’s Compact Series Compact Bible Commentary menafsirkan bahwa ciuman kudus ini adalah ciuman di pipi merupakan simbol dari kasih dan kesatuan (unity) di dalam jemaat mula-mula (hlm. 802). Tidak heran, cium kudus ini ditemukan juga di dalam 1 Korintus 16:20; 2 Korintus 13:12; 1 Tesalonika 5:26; dan 1 Petrus 5:14. Kata Yunani yang dipakai di dalam empat bagian Alkitab ini sama dengan yang dipakai di Roma 16:16.

Dari studi ini, kita belajar betapa hangatnya kasih persaudaraan di antara tubuh Kristus pada waktu tersebut. Bahkan kasih yang hangat itu ditunjukkan dengan ciuman kudus yang melambangkan kasih dan kesatuan. Hal ini patut menjadi contoh dan teladan bagi gereja Kristen zaman ini. Yang kita teladani bukan tradisi ciuman kudusnya, tetapi esensi di balik cium kudus tersebut, yaitu adanya kasih dan kesatuan. Gereja Kristen zaman sekarang terpecah-pecah dan yang lebih parahnya saling menyerang doktrin yang sekunder. Jika kita melihat ke belakang ke zaman gereja mula-mula, hal tersebut tidak separah gereja zaman sekarang. Pada waktu gereja mula-mula berdiri, para jemaat saling mengasihi dan bersatu di dalam Firman. Namun gereja zaman sekarang tidak ada kasih mesra seperti demikian, karena masing-masing jemaat sibuk dengan urusannya sendiri. Dan yang lebih parah, Firman Tuhan pun diabaikan, kecuali pada hari Minggu saja. Tidak heran, gereja zaman sekarang makin terpecah dan menjauh dari Firman. Keperbedaan itu tidak menjadi masalah, selama perbedaan itu didasarkan pada prinsip Firman Tuhan yang jelas. Kalau gereja terpecah hanya untuk urusan-urusan remeh dan sekunder, misalnya hanya gara-gara masalah uang, dll, gereja seperti demikian patut bertobat! Mari kita belajar dari teguran Paulus di ayat 16 ini. Memang secara konteks yaitu antara gereja mula-mula dengan gereja zaman sekarang itu berbeda, yaitu pada waktu gereja mula-mula, para rasul Kristus masih hidup (sehingga para jemaat mula-mula mendengar pengajaran langsung dari mereka), sedangkan pada masa gereja zaman sekarang, para rasul sudah meninggal. Namun meskipun ada perbedaan konteks, inti yang mau disampaikan Paulus harus kita renungkan baik-baik. Masih adakah kasih mesra di antara tubuh Kristus? Ataukah hanya karena perbedaan doktrin sekunder, kita sudah seperti kebakaran jenggot dan menghina tubuh Kristus lainnya sebagai sesat?

Bukan hanya kasih dan kesatuan di dalam tubuh Kristus, Paulus juga menunjukkan unsur persekutuan di dalam tubuh Kristus. Di ayat 16b, ia mengajar, “Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” ESV dan ISV menerjemahkannya, “All the churches of Christ greet you.” (=Semua jemaat Kristus memberi salam kepadamu.) KJV menerjemahkannya, “The churches of Christ salute you” (=Semua jemaat Kristus menyalami/memberi hormat kepadamu.) NIV menerjemahkannya, “All the churches of Christ send greetings.” (=Semua jemaat Kristus memberi salam.) Ayat ini sedang mengajarkan bahwa Paulus mewakili semua jemaat Kristus lainnya memberi salam kepada jemaat di Roma. Dengan kata lain, ada unsur persekutuan sesama tubuh Kristus. Kasih dan kesatuan ditunjukkan dengan adanya persekutuan yang hangat. Demikian juga persekutuan harus disertai dengan kasih dan kesatuan di antara tubuh Kristus. Persekutuan itu ditandai dengan hubungan saling: saling menegur, menasihati, mengajar, menghibur, dll. Namun sayangnya, akibat trauma dengan konsep persekutuan yang ngawur, ada seorang hamba Tuhan yang “anti” dengan persekutuan. Dia mengajar bahwa persekutuan bisa seperti busa yang menggelembung di dalam minuman bersoda, namun isinya kosong. Hal itu memang benar, tetapi TIDAK berarti dengan adanya konsep persekutuan yang ngawur, maka persekutuan itu tidak penting! Itu ekstrim namanya! Trauma-isme ini harus dihilangkan. Memang kita perlu berwaspada dengan konsep persekutuan yang dunia tawarkan, namun tidak berarti kita anti terhadap persekutuan. Persekutuan yang beres dibangun di atas dasar Firman Tuhan. Dengan kata lain, saya berani menafsirkan bahwa di dalam persekutuan antar tubuh Kristus diperlukan tingkat kedewasaan rohani yang salah satu cirinya adalah kerendahan hati. Tanpa ada kerendahan hati, sesama jemaat tidak bisa saling menegur dan menasihati, padahal itu penting bagi pertumbuhan rohani antar jemaat. Namun sayangnya, di gereja-gereja yang terlalu mengajar doktrin yang muluk-muluk, tindakan saling menegur antar sesama jemaat menjadi hilang (apalagi ditambahi unsur budaya sungkan-isme ala dunia Timur). Gereja, khususnya gereja Timur, harus bertobat dari kebiasaan sungkan-isme ini dan kembali kepada Alkitab! Berdirilah teguh di atas dasar Kebenaran dan Kasih di dalam persekutuan tubuh Kristus, bukan sungkan-isme!

Bagaimana dengan kita? Setelah merenungkan satu ayat ini, adakah kita memiliki keterbukaan hati untuk saling berbagi dan mengasihi di antara tubuh Kristus? Biarlah Roh Kudus memampukan kita bertindak demikian demi hormat dan kemuliaan nama-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 9:25 AM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
05 November 2009
Roma 16:14-15: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-7
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-13


Salam Kepada Saudara Seiman-7

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:14-15



Setelah kita membahas sosok Rufus, maka Paulus memberikan salam kepada orang lain di ayat 14-15. Beberapa tafsiran tidak membahas detail sosok orang-orang di dalam dua ayat tersebut. Tetapi beberapa tafsiran membahasnya. Siapa saja mereka itu?

Pertama, Asinkritus (Asunkriton). Menurut Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible, nama ini adalah nama Yunani. Menurut Robertson’s Word Pictures (RWP), dia adalah budak Kaisar Augustus yang telah dibebaskan. Setelah dibebaskan, Dr. Gill memaparkan bahwa dia menjadi salah satu dari ke-70 murid Kristus (Luk. 10:1) dan menjadi bishop (uskup) di Hyrcania.

Kedua, Flegon (Phlegonta). Dr. John Gill juga menyebut Flegon sebagai salah satu dari ke-70 murid Kristus di Lukas 10:1 dan menjadi Uskup di Marathon.

Ketiga, Hermes (Hermēn). King James Version (KJV) menerjemahkannya Hermas. New International Version (NIV) menerjemahkannya Hermes. RWP menafsirkan bahwa Hermes adalah nama umum dari seorang budak pada zaman itu. Menurut Dr. Gill, nama ini adalah nama salah satu dewa Yunani di Listra (Kis. 14:12). Dr. Gill juga menjelaskan bahwa Hermes juga salah seorang dari ke-70 murid Kristus tersebut dan menjadi Uskup di Dalmatia.

Keempat, Patrobas (Patroban). RWP menafsirkan bahwa Patrobas adalah singkatan dari Patrobius dan budak Kaisar Nero yang dilepaskan. Patrobas, menurut Dr. John Gill, juga termasuk salah satu dari ke-70 murid Kristus. Dr. John Gill menafsirkan bahwa nama ini adalah nama Roma yang disusun dari dua kata: πατηρ (Yunani) atau Pater (Latin) dan kata Syria אבא (Abba). Dr. Gill mengatakan bahwa mungkin Patrobas adalah seorang Yahudi yang kemudian menjadi Uskup di Puteoli.

Kelima, Hermas (Hermān). KJV menerjemahkannya Hermes. NIV menerjemahkannya Hermas. Nama Hermes dan Hermas dalam terjemahan Indonesia dan NIV terbalik dengan terjemahan KJV dan yang paling benar adalah terjemahan Indonesia dan NIV karena hal tersebut sesuai dengan teks Yunaninya. RWP menafsirkan bahwa Hermas juga adalah nama umum seorang budak pada waktu itu dan nama ini kepanjangan dari Hermagoras, Hermogenes, dll. Dr. Gill menafsirkan bahwa mungkin sekali Hermas ini adalah Uskup di Philippi atau Aquileia, saudara Paus Pius Pertama, dan penulis buku Pastor atau Shepherd (The People’s New Testament: “The Shepherd of Hermas”), yang dikutip oleh banyak orang kuno.

Keenam, saudara-saudara yang bersama-sama dengan mereka. Saudara-saudara di sini, menurut Dr. Gill, bukan dimengerti secara jasmaniah, tetapi secara rohaniah/spiritual. RWP menafsirkan bahwa mungkin sekali ini menunjuk kepada gereja kecil di sana.

Ketujuh, Filologus (Philologon). RWP menafsirkan bahwa Filologus adalah nama budak yang umum. Dr. Gill menjelaskan bahwa nama ini adalah nama Yunani yang berarti a lover of learning (=pecinta pengetahuan). Filologus juga dianggap sebagai salah satu dari ke-70 murid Kristen dan menjadi Uskup di Sinope.

Kedelapan, Yulia (Ioulian). RWP menafsirkan bahwa Yulia adalah nama budak perempuan yang paling umum yang mengurusi rumah tangga kekaisaran pada zaman Julius Caesar. Baik RWP dan Dr. Gill sama-sama menafsirkan bahwa kemungkinan Yulia (atau Yunia) adalah istri dari Filologus.

Kesembilan, Nereus (Nērea) dan saudara perempuannya. Dr. Gill menafsirkannya bahwa nama ini artinya kekuatan (strength).

Kesepuluh, “Olimpas, dan juga kepada segala orang kudus yang bersama-sama dengan mereka.” Olimpas (Olumpān) adalah singkatan dari Olympiodorus. Dr. Gill menafsirkan bahwa Olimpas sama dengan Olimpus yang adalah salah satu dari ke-70 murid Kristus dan menjadi seorang martir di Roma. Semua orang kudus di sini sama dengan yang dimaksud Paulus dengan “saudara-saudara” di ayat 14. Berarti saudara-saudara rohani di dalam Kristus juga adalah orang-orang kudus (bdk. 1Ptr. 1:2)


Dari salam kepada 10 orang ini, kita mendapatkan penjelasan bahwa Paulus adalah sosok rasul Kristus yang mengenal semua murid Kristus termasuk pekerjaan mereka yang dahulu, dan tidak lupa memberikan salam kepada mereka semua. Ada kasih yang hangat di dalam diri Paulus bagi mereka semua, entah itu pria maupun wanita. Mereka disebut sebagai orang-orang kudus.


Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita sebagai pengikut Kristus juga mengenal saudara seiman kita dan bersekutu dengan mereka serta saling bertumbuh di dalam pengenalan akan Kristus? Biarlah dua ayat ini memberikan informasi sekaligus teladan bagi kita dari Paulus. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 7:37 PM 2 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
18 October 2009
Roma 16:13: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-6: Rufus
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-12


Salam Kepada Saudara Seiman-6: Rufus

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:13



Sebagai tiga ayat terakhir mengenai salam dari Paulus ini, pada saat ini, kita hanya akan mencoba menelusuri sosok Rufus di ayat 13. Paulus menjelaskan bahwa Rufus ini adalah, “orang pilihan dalam Tuhan” Siapa Rufus sebenarnya? Menurut Vincent’s Word Studies (VWS), nama Rufus berarti red (merah). Beberapa tafsiran Alkitab yang saya baca mengidentikkan Rufus ini sebagai anak dari Simon dari Kirene yang membantu Tuhan Yesus memikul salib (bdk. Mrk. 15:21). VWS dan NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa mungkin sekali Injil Markus ditulis dari Roma, sehingga ada korelasi antara Rufus dengan Simon Kirene tersebut. Lalu, ia disebut Paulus sebagai orang pilihan dalam Tuhan (King James Version dan New International Version menerjemahkannya chosen in the Lord; artinya: dipilih di dalam Tuhan). Apa arti sebutan ini? Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan bahwa Rufus adalah seorang percaya yang terpilih di dalam Kristus atau orang Kristen yang sangat baik/luar biasa (excellent Christian). Apa yang menjadi kriteria sehingga Rufus disebut sebagai orang Kristen yang sangat baik? Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible menjelaskannya, “He was one of a thousand for integrity and holiness.” (=Dia adalah salah satu dari ribuan orang yang memiliki integritas dan kekudusan.) Integritas dan kekudusan adalah kriteria Rufus dikatakan sebagai orang percaya pilihan. Apakah berarti ada orang percaya yang tidak dipilih? Pilihan di sini menunjukkan kemenonjolan seorang percaya di dalam hidup kesehariannya. Mengikuti alur pikiran Dr. John Gill di dalam tafsirannya tersebut, semua orang percaya tentu adalah umat pilihan Allah yang memiliki beraneka ragam tingkatan iman, ada yang memiliki iman yang kuat, lemah, dll. Nah, Rufus dinilai Paulus sebagai orang percaya pilihan/khusus karena integritas dan kekudusannya. Dari sini, kita belajar dua hal:

Pertama, pribadi Rufus. Rufus disebut sebagai seorang memiliki integritas dan kesucian/kekudusan. Integritas adalah suatu kata yang sangat asing didengar oleh orang Kristen dewasa ini. Mengapa? Karena banyak orang Kristen dewasa ini sudah tidak lagi memiliki integritas. Tidak sedikit kita menjumpai banyak orang Kristen yang rela berkompromi demi uang/harta, takhta/kedudukan sosial, dan wanita/lawan. Kompromi itu bisa meliputi kompromi iman, kompromi karakter, kompromi sikap, dll. Kedaulatan Allah tidak lagi dihargai dan dijunjung tinggi oleh banyak orang Kristen. Ini membuktikan orang Kristen zaman ini sudah banyak yang kurang bahkan tidak memerdulikan integritas sebagai pengikut Kristus. Dengan kata lain, kita sedang menghadapi krisis integritas. Maka kita perlu mempelajari pribadi Rufus yang memiliki integritas. Rufus yang adalah orang Roma tentu mengalami banyak tantangan karena imannya, namun ia memiliki integritas yang murni di hadapan Tuhan, sehingga Paulus menghormatinya. Kedua, kekudusan. Bukan hanya integritas, Rufus dikatakan sebagai orang yang suci/kudus. Suci di sini tentu bukan hanya secara status, tetapi juga secara kondisi. Selain berintegritas, Rufus memiliki kesucian hidup. Tidak banyak orang di zamannya mungkin yang bisa seperti Rufus, apalagi dibandingkan dengan banyak orang Kristen zaman sekarang. Ia bukan hanya tidak berkompromi dan memiliki ketegasan, tetapi juga ketegasan dan ketidakkompromiannya itu ditambahi dengan kekudusan hidup yang ia pertahankan di hadapan Tuhan. Sosok Rufus mengajar kita bagaimana menjadi orang Kristen yang beres dan berkenan di hadapan Tuhan. Sebagai pengikut Kristus, kita dituntut berintegritas dan hidup kudus. Berintegritas berarti kita membangun suatu karakter dan sikap hati yang memuliakan Allah di dalam setiap aspek kehidupan, yaitu: tegas, jujur, bisa dipercaya, hidup utuh/menyeluruh (tidak terbagi-bagi), tulus, dll. Hidup yang berintegritas akan mengakibatkan orang lain yang melihat hidup kita akan memuliakan Allah. Selain berintegritas, kita dituntut hidup kudus. Berarti, integritas harus diimbangi dengan kekudusan. Mengapa harus ditambahi/diimbangi dengan kekudusan? Karena tanpa kekudusan, orang dunia pun bisa melakukan semua hal yang termasuk integritas tersebut. Jangankan orang Kristen, orang dunia pun ada yang mampu melakukan hal-hal yang termasuk integritas tersebut atau menjadi orang berintegritas (meskipun tidak bisa 100% sempurna). Namun, orang dunia yang berintegritas tak bisa benar-benar berintegritas murni, mengapa? Karena integritas yang mereka bangun tidak didasarkan pada dasar iman yang benar. Inilah superioritas Kekristenan. Kekristenan mendasarkan integritas bukan pada kehebatan manusia, tetapi kesucian Allah. Seorang Kristen sejati yang dipenuhi kesucian Allah akan mampu melakukan hidup berintegritas dengan kesucian. Ia tidak akan bermain-main atau hanya sekadar gagah-gagahan berintegritas supaya dilihat orang banyak, tetapi ia berintegritas demi kesucian dan kemuliaan Allah saja. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita hidup berintegritas didasarkan pada dan bertujuan demi kesucian Allah? Biarlah pribadi Rufus menjadi pelajaran bagi kita saat ini.

Kedua, penilaian Paulus terhadap Rufus. Paulus menilai Rufus sebagai seorang pilihan dalam Tuhan. Saya percaya bahwa penilaian ini tidak disampaikan Paulus secara gegabah, tetapi dengan penilaian yang tajam dari seorang rasul Kristus. Di sini, kita belajar kriteria penilaian Paulus. Ia menilai seorang yang melayani Tuhan bukan dengan penilaian manusiawi biasa, tetapi dengan penilaian sorgawi/dari sudut pandang Allah. Paulus tidak menyebut Rufus sebagai seorang pilihan dalam Tuhan karena keaktifan Rufus melayani Tuhan atau kehebatan Rufus dalam menguasai theologi. TIDAK! Paulus menilai Rufus dari iman, kerohanian, karakter, dan sikap hidup Rufus. Dengan kata lain, sebelum Paulus menilai Rufus dan menyebutnya sebagai seorang pilihan dalam Tuhan, Paulus telah banyak berinteraksi dengan Rufus. Itulah hamba Tuhan sejati, apalagi sebagai gembala jemaat yang seharusnya mempedulikan jemaat-jemaat. Sayang sekali, banyak gereja Kristen sudah melupakan fungsi penggembalaan. Ada gereja Kristen yang sibuk mengajar doktrin, tetapi lupa menggembalakan, lalu gembala sidangnya berdalih bahwa ia tidak bisa menggembalakan atau dalihnya bahwa jika jemaat terlalu diperhatikan, nanti bisa manja. Ada juga gereja Kristen yang sibuk mengadakan kebaktian-kebaktian sini sana, tetapi lupa mengajar doktrin dan menggembalakan, sehingga jemaat-jemaatnya lebih mementingkan ikut dalam kebaktian sini sana ketimbang belajar firman apalagi bersekutu dengan saudara seiman lainnya. Penilaian Paulus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para gembala sidang yang seharusnya bertugas menggembalakan jemaat, bukan hanya mengajar jemaat. Gereja yang sehat adalah gereja yang mengintegrasikan pengajaran doktrin, pekabaran Injil, dan penggembalaan. Saya melihat hal ini secara konsep (dan praktik) sudah, sedang, dan akan ditegakkan oleh Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M. yang menggembalakan Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya dengan semboyannya, “Care, Teaching, Mission” Ev. Yakub Tri Handoko pernah berkata kepada saya bahwa penggembalaan bukan hanya di mimbar khotbah, tetapi juga di dalam lingkungan keluarga, sehingga antara teori dan praktik berjalan secara menyeluruh, bukan parsial/sebagian. Tidak heran, Ev. Yakub Tri Handoko sebagai gembala sidang banyak mengetahui pribadi jemaat-jemaat maupun partisipan gerejanya. Bahkan beliau juga mengetahui karakter dan tingkat kerohanian masing-masing jemaatnya. Bagaimana dengan Anda sebagai gembala sidang? Apakah Anda sibuk dengan organisasi gereja yang Anda layani/urus lalu meninggalkan tugas penggembalaan yang harus Anda lakukan sebagai gembala sidang? Biarlah ini menyadarkan Anda.

Bukan hanya terhadap Rufus, Paulus juga begitu memperdulikan ibu Rufus, sampai-sampai Paulus mengatakan bahwa ibu Rufus adalah ibu bagi Paulus. Terjemahan Indonesia kurang enak dibaca. International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya, “and his mother, who has been a mother to me, too.” (=dan ibunya, yang telah menjadi ibu bagi saya, juga.) NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa pernyataan Paulus ini menginsyaratkan bahwa Paulus mengekspresikan afeksi yang mendalam bagi keluarga Rufus. Berarti ada ikatan batin antara Paulus dan keluarga Rufus. Dari sini, kita juga belajar hal lain tentang sosok Paulus. Paulus bukan hanya dikenal sebagai theolog dan penginjil, namun juga sebagai seorang gembala yang memperhatikan kehidupan jemaat yang digembalakannya. Sebagai gembala, ia memperhatikan jemaatnya bahkan sampai kehidupan keluarganya. Hal ini jarang kita jumpai di banyak gereja Kristen saat ini. Beberapa atau mungkin banyak hamba Tuhan (termasuk gembala sidang) lebih suka mengajar doktrin dan/atau memberitakan Injil ketimbang menggembalakan. Mereka gemar berdebat theologi dengan orang lain, namun sebagai gembala, mereka tidak tahu-menahu jemaatnya apalagi kehidupan keluarga dari jemaatnya. Kembali, hal ini mengingatkan Anda sebagai gembala sidang. Apakah tugas Anda sebagai gembala yang seharusnya menggembalakan jemaat sudah Anda lakukan dengan baik? Ataukah Anda berdalih bahwa Anda tidak bisa menggembalakan, lalu menggunakan argumentasi “logis” bahwa jemaat yang terlalu banyak diperhatikan nanti bisa manja?


Biarlah ayat 13 tentang sosok Rufus dan penilaian Paulus terhadap Rufus ini menjadi renungan bagi kita sebagai orang Kristen dan Anda sebagai gembala sidang/jemaat. Kiranya Tuhan memampukan kita dengan kuasa-Nya di dalam melayani-Nya lebih bertanggungjawab dan sungguh-sungguh demi hormat dan kemuliaan nama-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 9:15 AM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
06 September 2009
Roma 16:11-12: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-5
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-11


Salam Kepada Saudara Seiman-5

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:11-12



Setelah menyampaikan salam kepada 4 budak, maka ia menyampaikan salam terakhirnya kepada beberapa orang. Orang-orang tersebut adalah:
Pertama, Herodion (ay. 11a). Siapa Herodion? Paulus mengatakan bahwa ia adalah teman sebangsanya (KJV: kinsman; NIV: relative; International Standard Version—ISV: fellow Jew). Karena Paulus mengatakan bahwa Herodion adalah teman sebangsanya, maka Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan bahwa Herodion juga adalah orang Yahudi dari suku Benyamin dan sedarah dengan Paulus. Adam Clarke di dalam tafsirannya Adam Clarke’s Commentary on the Bible menafsirkan bahwa mungkin sekali Herodion adalah orang Yahudi yang bertobat. Dr. John Gill juga menunjukkan hal serupa dengan mengaitkan Herodion ini dengan nama salah seorang ke-70 murid Kristus dan kemudian menjadi uskup di Tarsus. Dengan kata lain, Herodion ini sama seperti nama orang-orang yang Paulus sebut di ayat 7.


Kedua, mereka yang ada di rumah Narkisus yang ada di dalam Tuhan. Siapa Narkisus? Dr. John Gill menafsirkan bahwa Narkisus adalah sekretaris Claudius Caesar dan ia sangat kaya. NIV Spirit of the Reformation Study Bible memberikan tambahan keterangan bahwa Narkisus dipaksa bunuh diri oleh Agrippina setelah Nero naik takhta. Mengapa Paulus memberi salam kepada orang-orang yang ada di rumah Narkisus? Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible menafsirkan bahwa mungkin sekali Narkisus (seperti Aristobulus di ayat 10) pada waktu itu telah meninggal atau tidak ada pada saat Paulus menyapa atau mungkin bukan seorang Kristen. Yang lebih unik adalah tafsiran Matthew Henry tentang alasan mengapa Paulus memberi salam bukan kepada Narkisus, tetapi kepada orang-orang yang ada di dalam rumah Narkisus. Matthew Henry menafsirkan bahwa Paulus mengerti bahwa Tuhan memanggil dan memilih orang-orang yang miskin di mata dunia dan membiarkan orang kaya mati dalam ketidakpercayaan mereka. Meskipun hal ini ada benarnya, namun tidak bisa dijadikan standar mutlak, lalu diekstrimkan bahwa orang kaya pasti masuk neraka. Memang benar, bahwa Allah memanggil dan memilih orang-orang yang miskin, bodoh, tidak terpandang di mata dunia untuk mempermalukan orang-orang yang merasa diri kaya, pandai, bijaksana, dan terpandang, supaya tidak ada seorang manusia yang boleh memegahkan diri karena kehebatan mereka (bdk. 1Kor. 1:26-29). Tetapi tidak berarti tidak ada orang kaya yang tidak Tuhan panggil dan pilih menjadi umat-Nya. Di dalam PL, Allah memanggil Abraham, seorang kaya. Kesemuanya ini mengingatkan kita pada satu prinsip, “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” (1Sam. 16:7b) Tuhan tidak melihat seberapa kaya, hebat, pintar, terpandang seseorang, karena itu tidak ada apa-apanya di mata-Nya, namun IA lebih melihat kedalaman hati kita, karena di situlah, IA menguji kita. Bagaimana dengan kita? Maukah kita meneladani Dr. John Calvin yang mengatakan bahwa kita menyerahkan hati kita kepada Tuhan dengan tulus dan murni? Ketika kita menyerahkan hati kita kepada Sang Pemilik Hati kita, maka percayalah, kita akan terus-menerus dimurnikan oleh Roh-Nya melalui firman-Nya, sehingga kita makin lama makin menikmati dan memuliakan Dia selama-lamanya.


Ketiga, para pelayan Tuhan yang membanting tulang demi pekerjaan Tuhan. Orang ketiga yang Paulus beri salam adalah orang-orang yang membanting tulang demi pekerjaan Tuhan. Ayat 12 menjelaskan tiga nama orang tersebut: Trifena, Trifosa, dan Persis. Matthew Henry menafsirkan bahwa ketiga nama ini adalah nama perempuan. Nelson Compact Series (Compact Bible Commentary) menafsirkan bahwa Trifena dan Trifosa secara umum dianggap saudara. Kedua saudara ini, menurut tafsiran Dr. John Gill, adalah perempuan bangsawan Yahudi yang tinggal di Ikonium lalu pindah ke Roma. Setelah mereka bertobat, mereka membanting tulang/giat melayani Tuhan. The People’s New Testament menafsirkan bahwa mungkin sekali kedua saudara ini adalah diakones. Apa saja yang mereka kerjakan? Dr. Gill menjelaskan bahwa mereka melayani orang miskin dan para pelayan Injil dengan pengajaran, teguran, nasihat, dll. Tugas ini bukanlah tugas yang mudah. Meskipun demikian, mereka melayani Tuhan melalui pekerjaan-pekerjaan tersebut dengan sukacita. Mereka melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh tanpa mau kelihatan menonjol. Inilah jiwa pelayanan. Melayani Tuhan TIDAK boleh diidentikkan dengan naik mimbar/berkhotbah. Melayani Tuhan adalah memiliki jiwa hamba yang terus-menerus mengabdi kepada Tuhan di dalam setiap aspek kehidupan. Jika seorang hamba Tuhan pintar berkhotbah, namun ia tidak memiliki jiwa mengabdi kepada Tuhan sebagai budak-Nya, maka hamba Tuhan itu belum layak disebut melayani Tuhan, karena esensi melayani Tuhan adalah esensi budak, bukan esensi mau menonjolkan diri. Yohanes Pembaptis adalah sosok hamba Tuhan yang memiliki jiwa melayani, karena ia tidak mau menonjolkan diri. Tentang Kristus, ia mengatakan, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yoh. 3:30) Kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus juga mengatakan hal yang serupa, “Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu. Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.” (1Kor. 2:1-5) Yohanes Pembaptis dan Rasul Paulus adalah sosok dua hamba Tuhan yang benar-benar menghambakan diri mereka taat kepada panggilan Tuhan. Mereka rela merendahkan diri mereka supaya nama Allah ditinggikan. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita ingin menonjolkan diri meskipun secara perkataan kita menyangkalinya? Ketika kita melakukan sesuatu yang berguna bagi orang, masihkah kita ingin nama dan perbuatan kita diingat oleh orang lain? Mengapa kita masih berani merebut kemuliaan Allah? Biarlah orang Kristen memiliki hati seorang hamba yang benar-benar mengabdi kepada Allah sebagai Tuhan, Raja, dan Pemerintah di dalam segala aspek kehidupan mereka, bukan hanya secara perkataan saja.

Meskipun di dalam terjemahan LAI, ketiga orang ini dikatakan bekerja keras demi pekerjaan Tuhan, namun beberapa terjemahan menerjemahkan bahwa Persis lebih banyak bekerja keras daripada dua orang lain. King James Version (KJV) menerjemahkan, “Salute Tryphena and Tryphosa, who labour in the Lord. Salute the beloved Persis, which laboured much in the Lord.” Kata much di dalam KJV ini di dalam teks Yunaninya polus berarti banyak. Siapa Persis? Dr. John Gill menafsirkan bahwa Persis adalah istri dari Rufus yang disebutkan di ayat 13. Kalau Trifena dan Trifosa disebutkan membanting tulang demi pekerjaan Tuhan, maka Persis dikatakan lebih banyak bekerja keras demi pekerjaan Tuhan. Ayat 12 ini memberikan pelajaran bagi kita tentang sosok perempuan. Di dalam tradisi Yahudi, perempuan dianggap kelas kedua yang lebih rendah daripada laki-laki. Namun di dalam Kristus, meskipun tetap ada perbedaan natur dan urutan antara pria dan wanita, tidak ada lagi perbedaan antara pria dan wanita di dalam melayani-Nya. Di dalam melayani-Nya, tidak ada perbedaan jenis kelamin. Bahkan uniknya, para wanita lah yang disebutkan di ayat 12 bekerja keras melayani Tuhan. Ini juga menjadi pelajaran bagi para pria dan wanita. Kaum pria biasanya diidentikkan dengan kaum pekerja keras, namun Tuhan menegur para pria melalui Paulus bahwa mereka tidak bisa lebih banyak bekerja keras untuk pekerjaan Tuhan ketimbang wanita. Bagi kaum wanita, bersyukurlah karena Tuhan memakai tiga orang wanita untuk menjadi para pelayan Tuhan yang berapi-api dan bekerja keras demi kerajaan-Nya.


Dari dua ayat ini saja, kita banyak belajar tentang konsep pelayanan. Pelayanan kepada Tuhan adalah pelayanan yang diawali dari hati yang taat kepada Tuhan, rela menghambakan diri terus-menerus kepada Allah sebagai Tuhan dan Raja, dan diakhiri dengan semangat kerja keras yang berapi-api. Kalau orang dunia bisa berapi-api dan bekerja keras demi mengejar hal-hal sementara, mengapa untuk hal-hal yang bersifat kekekalan kita tidak bisa lebih banyak bekerja keras? Biarlah renungan 2 ayat ini menyadarkan kita tentang konsep pelayanan yang beres kepada Allah. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 8:32 AM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
30 August 2009
Roma 16:8-10: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-4: Budak
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-10


Salam Kepada Saudara Seiman-4: Budak

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:8-10



Setelah menyampaikan salam kepada 3 profesi/jabatan saudara seiman Paulus di ayat 5b s/d 7, kita akan menyelidiki salam Paulus pada 3 ayat berikutnya, ayat 8 s/d 10. Di dalam 3 ayat ini, Paulus menyebut 4 nama, yaitu: Ampliatus, Urbanus, Stakhis, dan Apeles. Nelson Compact Series Compact Bible Commentary menafsirkan 4 nama di dalam 3 ayat ini sebagai nama-nama budak yang umum. Mari kita menyelidiki satu per satu.

Pertama, salam kepada Ampliatus. Paulus hanya menyebut Ampliatus sebagai orang yang ia kasihi di dalam Tuhan. Siapa Ampliatus? Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible memaparkan bahwa Ampliatus adalah nama Romawi. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa nama ini adalah nama budak Romawi yang kemungkinan nama Ampliatus muncul di makam di Catacomb of Domitilla, keponakan perempuan dari Kaisar Domitian. Dari keterangan singkat ini, maka mungkin sekali Ampliatus adalah perempuan. Namun dari struktur bahasa Yunaninya, nama Ampliatus menggunakan bentuk maskulin, bukan feminin (bdk. nama Priskila/Priska di ayat 3 yang menggunakan bentuk feminin). Meskipun ada perbedaan tafsiran jenis kelamin Ampliatus, itu bukanlah yang terpenting. Berita yang terpenting adalah Paulus menganggap seorang budak yang bernama Ampliatus ini sebagai orang yang ia kasihi di dalam Kristus. Ini menunjukkan bahwa budak atau pun status seseorang bukanlah menjadi halangan mereka dikasihi, apalagi di dalam Kristus, tidak ada perbedaan status budak dan tuan, meskipun kedua status ini masih ada/tidak dihapus (Kol. 3:11, 22-23). Artinya, umat Tuhan TIDAK perlu melihat perbedaan status di dalam Kristus, namun secara urutan (ordo), hal ini TIDAK berarti budak bisa setara dengan tuan, lalu budak menginjak-injak si tuan. Inilah paradoksikal iman Kristen: SETARA namun BERTINGKAT. Hal ini diderivasikan dari konsep Allah Tritunggal yang SETARA dalam hakikat, namun BERTINGKAT dalam ordo (misalnya, Allah Bapa mengutus Allah Anak, bukan sebaliknya).

Kedua, salam kepada Urbanus. NIV Spirit of the Reformation Study Bible juga menafsirkan bahwa nama Urbanus juga adalah nama budak Romawi. Tidak ada keterangan lengkap di Alkitab mengenai Urbanus, kecuali pemaparan sangat singkat dari Paulus, yaitu Urbanus adalah seorang teman sekerja Paulus di dalam Kristus. Alkitab tidak mencatat profil lengkap Urbanus juga bukanlah hal terpenting. Berita terpenting adalah sosok budak bagi Paulus bukan profesi yang rendah, bahkan Paulus menganggap budak Romawi yang bernama Urbanus ini sebagai teman sekerjanya di dalam Kristus atau dengan kata lain, Urbanus dianggap Paulus sebagai teman sepelayanan Paulus. Berarti, Paulus mengubah status Urbanus dari hamba manusia menjadi hamba Tuhan. Meskipun sama-sama berpredikat “hamba”, namun peralihan status ini berdampak besar bagi hidupnya. Seorang hamba manusia adalah orang yang menghambakan diri kepada manusia yang sama-sama berdosa, terbatas, dan dicipta oleh Allah, namun seorang hamba Allah adalah seorang yang menghambakan diri kepada Allah yang Mahakuasa, Berdaulat, Mahakasih, Mahaadil, dan Mahakudus. Hal serupa juga terjadi pada kita. Kita mungkin adalah hamba manusia dan bahkan hamba dosa ketika kita masih belum diselamatkan, namun di dalam Kristus, kita telah dipulihkan menjadi hamba Allah. Kita tidak lagi menjadi hamba manusia, uang, dll, karena itu terbatas sifatnya. Lalu, bagaimana jika kita bekerja di bawah orang lain? Apakah kita bisa disebut hamba manusia? YA dan TIDAK! YA secara fenomena, tetapi TIDAK secara esensi. YA secara fenomena berarti secara status di dalam masyarakat, jika kita sebagai karyawan/pegawai/staf di bank atau perusahaan apa pun, kita memang berada di bawah otoritas bos/manajer/direktur/dll, namun TIDAK secara esensi berarti meskipun berada di bawah otoritas bos, kita sebagai orang Kristen TIDAK harus mengikuti apa pun kata bos (termasuk hal-hal yang tidak menyenangkan hati Allah). Inilah bedanya kita menjadi hamba Allah di dalam segala aspek kehidupan kita dengan menjadi hamba manusia!

Ketiga, salam kepada Stakhis. Siapa Stakhis? Tidak ada keterangan apa pun di Alkitab. Dr. John Gill memaparkan bahwa nama ini adalah nama Yunani. Robertson’s Word Pictures mengartikan nama ini sebagai bongkol butir padi (bdk. Mat. 12:1). Selanjutnya, Dr. Gill menjelaskan bahwa Stakhis adalah salah seorang dari 70 murid (bdk. Luk. 10:1) yang kemudian menjadi Bishop/Uskup gereja di Byzantium. Hal yang sama terjadi pada Ampliatus, budak Romawi yang Paulus kasihi juga.

Keempat, salam kepada Apeles. Apeles bagi Paulus adalah seorang yang sudah tahan uji di dalam Kristus. “Tahan uji dalam Kristus” diterjemahkan oleh King James Version (KJV) sebagai approved in Christ. Kata approved di dalam bahasa Yunaninya adalah dokimos yang artinya acceptable (dapat diterima). NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa nama Apeles adalah nama yang unik, karena Paulus menggunakan satu kata Yunani untuk menggabungkan dua konsep tentang tested and approved (diuji dan disetujui). Dengan kata lain, Apeles berarti seorang yang sudah melewati ujian dan dinyatakan lulus dari ujian tersebut. Dari hal ini, kita belajar poin ketiga tentang konsep salam Paulus kepada budak, yaitu konsep budak yang menderita di dalam Kristus. Jika di poin pertama, kita belajar bahwa status budak tidak masalah bagi Paulus, bahkan dikasihi Paulus, maka di poin kedua, kita belajar adanya peralihan status budak manusia menjadi budak Allah. Dan di poin terakhir, kita belajar tentang status budak yang menderita dan diterima di dalam Kristus. Berarti, ada perkembangan pelajaran yang ingin Paulus ajarkan. Pertama, status budak itu tetap berharga di mata Allah. Kedua, budak tersebut diubah dari budak manusia menjadi budak Allah. Dan terakhir, budak yang menjadi budak Allah ini bukanlah budak yang hidup nyaman, tetapi harus melewati berbagai macam penderitaan demi imannya dan ia dipastikan menang karena kesetiaannya kepada Allah yang ia layani.

Ketiga pelajaran ini juga menjadi pelajaran bagi kita. Pertama, dulu kita adalah hamba dosa. Kita sebagai manusia yang dicipta, terbatas, dan berdosa (mengutip istilah Pdt. Dr. Stephen Tong) lebih cenderung menghambakan diri kepada dosa daripada kepada Allah. Lalu, Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan dan Ia menentukan dan membawa kita kepada penebusan Kristus melalui karya Roh Kudus. Di dalam penebusan Kristus, kita beralih dari status hamba manusia yang diperbudak oleh dosa menjadi hamba Allah yang dipimpin oleh Allah. Kita tidak lagi menyenangi apa yang kita senangi, tetapi apa yang Tuhan senangi. Kesukaan-Nya menjadi kesukaan kita. Tetapi ketika kita menjadi hamba-Nya, itu BUKAN hal mudah. Ada beragam ujian yang Tuhan sediakan untuk menguji dan mendewasakan iman dan seluruh hidup kita. Penderitaan, penyakit, kegagalan, dll adalah sarana yang Tuhan pakai untuk menempa kita untuk terus-menerus makin setia kepada-Nya. Meskipun harus menderita, umat Tuhan bukan kalah di dalam penderitaan tersebut, tetapi pasti menang, karena Allah yang telah mengalahkan dunia tersebut bagi mereka adalah Allah yang memberi kekuatan di kala penderitaan itu mencengkeram hidup mereka. Itulah citra budak Allah. Mengutip Ev. Agus Marjanto Santoso, M.Div. di dalam khotbah di National Reformed Evangelical Convention (NREC) 2008, kita dulu adalah orang berdosa (sin), dipanggil menjadi orang kudus Allah di dalam Kristus (saint), dan setelah ditebus-Nya, kita dipanggil untuk melayani-Nya (servant). Sin -> saint -> servant.

Kelima, salam kepada orang-orang di rumah Aristobulus. Tidak ada keterangan apa pun di dalam Alkitab tentang siapa Aristobulus dan orang-orang di dalam rumah Aristobulus. NIV Spirit of the Reformation Study Bible mengontraskan gaya salam Paulus di ayat 10c ini dan 11 dengan ayat 5, 14-15, di mana ayat 10c dan 11, Paulus tidak memberi salam kepada orangnya langsung, tetapi kepada orang-orang yang ada di dalam rumah orang-orang yang disebut (Aristobulus dan Narkisus). Mengapa Paulus tidak menyampaikan salam kepada Aristobulus, melainkan kepada orang-orang di dalam rumah Aristobulus? Beberapa tafsiran Alkitab yang saya baca meragukan bahwa Aristobulus adalah seorang Kristen. NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa kemungkinan Aristobulus adalah cucu dari Herodes Agung dan teman dari Kaisar Klaudius. Dengan kata lain, salam Paulus BUKAN ditujukan kepada Aristobulus, tetapi kepada orang-orang yang ada di dalam rumah Aristobulus, yang kemungkinan para budak Kristen. Dari bagian ini, kita mendapatkan pelajaran bahwa Paulus yang memperhatikan empat budak di atas, juga memperhatikan budak-budak lain di bawah pengawasan majikan/tuan mereka. Selain memperhatikan, ia tentu juga mengajar para budak Kristen untuk taat kepada tuan mereka seperti kepada Kristus (Kol. 3:22-23).


Dari 3 ayat ini, kita belajar tentang konsep budak. Tidak ada salahnya dengan konsep budak, yang salah adalah perlakuan terhadap budak (mengutip perkataan Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. dan Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.). Jika konsep budak itu salah, maka kita disebut budak Allah pun juga salah, padahal Alkitab juga mengajar bahwa kita adalah hamba-hamba Allah (Rm. 6:22; Ef. 6:6; 1Ptr. 2:16). Di sini letak kegagalan “theologi” pembebasan ala dunia berdosa yang melawan Alkitab! Sebagai hamba/budak Allah, sudahkah kita benar-benar menjalankan panggilan sebagai budak-Nya yang hanya men-Tuhan-kan Kristus dan menggenapkan kehendak dengan memperluas kerajaan-Nya di bumi ini? Biarlah ini menjadi pelajaran penting bagi kita. Amin. Soli Deo Gloria.
Posted by Denny Teguh Sutandio at 12:21 PM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
23 August 2009
Roma 16:5b-7: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-3
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-9


Salam Kepada Saudara Seiman-3

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:5b-7



Setelah menyampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, maka Paulus menyampaikan salamnya kepada saudara seiman lainnya. Di dalam bagian ini, ayat 5b s/d 7, kita akan menyelidiki 3 jabatan/profesi saudara seiman Paulus. Mari kita menyelidiki satu per satu.


Salam pertama ditujukan kepada Epenetus. Siapa Epenetus? Di ayat 5b, Paulus memberi tahu kita, “saudara yang kukasihi, yang adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus.” Kata “Asia” di dalam ayat ini diterjemahkan dalam beberapa terjemahan bahasa Inggris: Achaia (Akhaya). New International Version (NIV) tetap menerjemahkannya: the province of Asia (provinsi Asia). Terjemahan Yunaninya adalah (Provinsi) Asia (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 879) Dengan kata lain, Epenetus (NIV Spirit for the Reformation Study Bible mengartikan namanya: worthy of praise yang artinya patut dipuji) adalah seorang yang bertobat melalui pelayanan Paulus pertama di Akhaya. Jika kita menelusuri kembali Akhaya, maka di tempat itu, Paulus menyebut bahwa Stefanus lah yang merupakan buah pertama pelayanannya di Akhaya. Mari kita membaca 1 Korintus 16:15, “Kamu tahu, bahwa Stefanus dan keluarganya adalah orang-orang yang pertama-tama bertobat di Akhaya, dan bahwa mereka telah mengabdikan diri kepada pelayanan orang-orang kudus.” Jadi, mana yang benar? Matthew Henry di dalam tafsirannya Matthew Henry’s Commentary on the Whole Bible, John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible, The People’s New Testament, dan Robertson’s Word Pictures manafsirkan bahwa mungkin sekali Epenetus adalah salah seorang keluarga Stefanus yang bertobat melalui pelayanan Paulus pertama tersebut. Dari keterangan singkat siapa Epenetus, kita belajar satu hal menarik, yaitu Paulus tidak melupakan buah pelayanannya yang pertama dan daerah asal mereka (meskipun mereka telah pindah ke Roma). Berarti, ia tetap mengingat para petobat pertama. Luar biasa. Sering kali para hamba Tuhan dan orang Kristen lainnya yang memberitakan Injil kepada orang banyak menjadi lupa kepada orang yang pertama kali mereka injili yang telah bertobat. Paulus tidak demikian dan hal ini menjadi pelajaran bagi kita agar kita mengingat siapa orang yang pertama kali kita injili dan bertobat, lalu setelah mengingat orang tersebut, kunjungi dia dan ajarlah dia untuk bersama-sama bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah dan firman-Nya.


Selain Epenetus, Paulus menyebut nama Maria. Di ayat 6, Paulus hanya memberikan keterangan sangat singkat tentang Maria, “yang telah bekerja keras untuk kamu.” Beberapa tafsiran Alkitab yang saya baca sepakat tidak mengetahui profil lengkap Maria. Albert Barnes di dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible menafsirkan bahwa Maria mungkin adalah mantan warga Yunani yang mengikuti pelayanan Paulus di Roma. Di Roma inilah, Maria dikenal sebagai orang yang melayani Tuhan sama seperti Trifena dan Trifosa (ay. 12). Adam Clarke di dalam tafsirannya Adam Clarke’s Commentary on the Bible mengatakan bahwa meskipun sosok Maria tidak diketahui dan tersembunyi dari manusia, pelayanannya tidak mungkin tersembunyi di mata Allah dan apa yang ia lakukan bagi jemaat-Nya akan tercatat di dalam Kitab Kehidupan. Perkataan Clarke ini memberikan kekuatan bagi kita yang membaca ayat ini. Tuhan mengizinkan sosok Maria ini tidak diketahui agar jemaat Tuhan baik pada zaman itu maupun pada zaman sekarang bukan melihat kehebatan sosok Maria, tetapi melihat kemuliaan Allah melalui karya dan pelayanan yang ia lakukan. Itulah arti pelayanan. Pelayanan kepada Tuhan adalah pelayanan yang dilakukan sebagai respons terhadap anugerah Allah, melalui kuasa Allah, dan bagi kemuliaan-Nya. Berarti, di dalam melayani Tuhan, tidak ada satu inci jasa baik manusia yang diperhitungkan. Dengan kata lain, di dalam melayani Tuhan, bukan diri kita yang ditonjolkan, tetapi nama Tuhan. Bagaimana dengan kita? Kita yang suka menonjolkan diri di dalam melayani Tuhan sudah seharusnya bertobat dari kebiasaan ini dan kembali kepada hakekat pelayanan Kristen yang sehat sesuai dengan Alkitab.


Orang ketiga yang Paulus berikan salam yaitu Andronikus dan Yunias (ay. 7). Siapa mereka? Paulus menjelaskan, “saudara-saudaraku sebangsa, yang pernah dipenjarakan bersama-sama dengan aku, yaitu orang-orang yang terpandang di antara para rasul dan yang telah menjadi Kristen sebelum aku.” NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa kedua nama ini diterjemahkan sebagai nama laki-laki, tetapi para penafsir awal mempercayai bahwa mereka adalah suami istri (Andronikus dan Yunia). Menurut Dr. John Gill di dalam tafsirannya, Andronikus adalah nama Yunani, sedangkan istrinya, Yunia adalah nama Latin. Kedua pasutri ini disebut Paulus sebagai saudara sebangsa. Berarti kedua pasutri ini adalah orang Yahudi yang bertobat dan percaya kepada Kristus, bahkan sebelum Paulus bertobat. Dr. John Gill bahkan menafsirkan mungkin sekali kedua pasutri ini berasal dari keturunan Benyamin seperti Paulus dan memiliki hubungan darah yang dekat dengan Paulus. Bukan hanya memiliki hubungan darah dengan Paulus, mereka juga dikatakan pernah dipenjarakan bersama-sama dengan Paulus. Berarti, mereka juga ikut menderita demi Kristus bersama-sama dengan Paulus. Dan terakhir, mereka disebut orang yang terpandang di antara para rasul. NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa mereka mungkin adalah para pembawa berita khusus bagi gereja-gereja, tetapi mereka tidak menduduki jabatan otoritatif rasul. Dengan kata lain, “orang-orang yang terpandang di antara para rasul” ini berarti orang yang dikenal oleh para rasul. Bahkan, Dr. John Gill menafsirkan bahwa Andronikus inilah Uskup di Pannonia atau di Spanyol. Dari keterangan singkat ini, kita mendapatkan gambaran jelas bahwa Paulus mengingat saudara sebangsanya bukan karena mereka satu bangsa, tetapi satu iman dan bersama-sama di dalam satu penderitaan bagi Kristus. Inilah jiwa pelayanan. Pelayanan bukan menomersatukan kesamaan ras atau suku, tetapi kesamaan misi, visi, dan beban di dalam memperluas Kerajaan-Nya. Jika di dalam melayani Tuhan, anak-anak Tuhan memiliki kesamaan dan kemurnian yang sama di dalam motivasi, misi, visi, dan beban, maka mereka akan melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh dan setia. Sudahkah kita memiliki hal demikian?


Biarlah melalui perenungan 3 ayat ini membawa kita lebih mengerti konsep pelayanan yang diperkenan Allah bagi perluasan kerajaan-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.

Posted by Denny Teguh Sutandio at 11:00 AM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
16 August 2009
Roma 16:3-5a: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-2: Akwila dan Priskila
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-8


Salam Kepada Saudara Seiman-2: Akwila dan Priskila

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:3-5a.



Tokoh saudara seiman dan sepelayanan Paulus kedua yang akan kita soroti adalah Priskila dan Akwila (ay. 3-5a). Di ayat 3 dan 4, Paulus mengatakan, “Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi.” Siapa Priskila dan Akwila? Dokter Lukas memberikan keterangan mengenai siapa mereka di dalam Kisah Para Rasul 18:2-3, “Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah.” Dari keterangan dua ayat ini, kita mendapatkan gambaran bahwa Akwila dan Priskila adalah orang Yahudi yang pertama-tama tinggal di Roma, namun karena kaisar Klaudius mengusir semua orang Yahudi dari Roma, maka mereka tinggal di Korintus. Lukas mencatat pekerjaan mereka sama dengan pekerjaan Paulus, yaitu tukang kemah. Dr. John Gill di dalam tafsiran John Gill’s Exposition of the Entire Bible menelusuri arti kata Akwila. Akwila, menurut Dr. Gill, adalah nama dari Roma yang diberikan kepadanya atau nama Roma yang ia pilih sendiri. Bahasa Latinnya Aquila yang artinya elang (an eagle). Nama ini dalam bahasa Ibrani, Nesher. Dalam bahasa Yunani, dipakai kata Akilas dari kata Akylios dan kata ini berasal dari kata Akylos yang menunjuk pada buah/biji pohon ek (an acorn). Akwila dikatakan berasal dari Pontus. King James Version (KJV) menerjemahkannya, “born in Pontus” (lahir di Pontus). Berarti Akwila lahir di Pontus, tinggal sementara di Roma, kemudian baru pindah ke Korintus. Pontus sebagai tempat kelahiran Akwila, menurut Dr. John Gill, adalah sebuah negara di wilayah Asia. The People’s New Testament menjelaskan bahwa Pontus adalah sebuah provinsi yang besar di sebelah tenggara Euxine Sea. Lalu, kita beralih ke sosok Priskila. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa Paulus sungguh-sungguh menggunakan nama Prisca ketimbang nama panggilannya Priskila seperti yang digunakan oleh Lukas. (Kis. 18:2, 18, 26) Robertson’s Word Pictures menjelaskan mengenai nama ini, “Prisca is a name in the Acilian family and the Prisci was the name of another noble clan.” (=Prisca adalah sebuah nama dalam keluarga Acilian dan Prisci adalah nama dari kaum bangsawan lainnya.) Di sini, kita mendapat gambaran bahwa kemungkinan sekali Priskila adalah keturunan bangsawan. Lalu, kita mungkin bertanya, bagaimana mereka bisa bertobat dan percaya kepada Kristus? Beberapa penafsir yang tafsirannya saya baca tidak memberikan keterangan tambahan mengenai hal ini, hanya mereka menafsirkan mungkin sekali mereka bertobat pada waktu Pentakosta di mana waktu itu, orang-orang Yahudi dari Pontus berkumpul (Kis. 2:9).


Sosok dua pasangan suami istri ini adalah sosok yang dikenal Paulus selama pelayanannya di Korintus. Bagi Paulus, kedua pasutri ini bukan pasutri biasa, namun pasutri yang bagi Paulus mencintai Tuhan dan jemaat-Nya. Oleh karena itu, Paulus menyebut mereka sebagai kawan sekerjanya di dalam Kristus dan ia menyebutkan pengorbanan mereka bagi hidup Paulus. Mempertaruhkan nyawa atau KJV, “Who have for my life laid down their own necks”, menurut Dr. John Gill, tidak boleh diterjemahkan literal/harfiah. Pernyataan ini hanyalah sebuah ekspresi yang menunjukkan bahwa Akwila dan Priskila adalah orang yang mau meresikokan hidupnya demi pelayanan Paulus. Apa yang dilakukan mereka berdua sehingga Paulus memuji pengorbanan mereka? Dr. John Gill menafsirkan bahwa mungkin sekali ini dikarenakan mereka berdua telah membantu Paulus dalam menangani perlawanan orang Yahudi yang hendak membawa Paulus ke tempat pengadilan Galio sebagai gubernur Akhaya (bdk. Kis. 18:12-18). Pengorbanan mereka berdua ini mendapat pujian terima kasih dari Paulus dan juga semua jemaat non-Yahudi. Apakah berarti jemaat non-Yahudi juga ditolong Akwila dan Priskila? TIDAK. Beberapa tafsiran yang saya baca menjelaskan bahwa para jemaat non-Yahudi juga berterima kasih kepada Akwila dan Priskila karena para jemaat ini ikut merasa bersukacita dan berterima kasih karena pengorbanan Akwila dan Priskila bagi rasul mereka, Paulus. Berarti ada unsur persaudaraan di dalam tubuh Kristus waktu itu.


Dari sosok Akwila dan Priskila, kita bisa belajar tentang arti pelayanan. Pelayanan sering kali dimengerti sebagai sebuah aktivitas yang rutin dilakukan oleh orang Kristen. Ternyata, bagi Akwila dan Priskila, pelayanan bukan sekadar aktivitas, tetapi panggilan. Meskipun profesi mereka adalah tukang kemah, tetapi mereka tetap melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Hal ini terbukti dengan kesetiaan mereka mengikuti Paulus sampai mereka tiba di Efesus (bdk. Kis. 18:19). Bagaimana dengan kita? Kita sering kali mengomel dan bersungut-sungut ketika melayani Tuhan. Kita sering tidak puas dengan rekan sepelayanan kita. Kita terlalu memusingkan hal-hal luar ketika kita melayani Tuhan. Belajarlah dari Akwila dan Priskila. Mereka tidak memusingkan hal-hal luar ketika melayani Tuhan. Mereka lebih memperhatikan kesetiaan dan kesungguhan hati melayani-Nya.


Cinta Tuhan yang Akwila dan Priskila tunjukkan juga ditandai dengan kesungguhan mereka membina dan menampung jemaat Tuhan. Paulus mengatakannya di Roma 16:5a, “Salam juga kepada jemaat di rumah mereka.” Hal ini juga ditegaskan Paulus di dalam 1 Korintus 16:19. Kata “jemaat” di sini tentu tidak berarti jemaat/gereja secara organisasi/tempat, tetapi secara individu, karena pada waktu itu, gereja/jemaat bukan dimengerti secara tempat seperti sekarang. Dengan kata lain, “jemaat” di sini bisa berarti kumpulan orang yang percaya kepada Kristus. Salah satu contohnya adalah Apolos yang berasal dari Aleksandria adalah orang Yahudi pertama yang mereka bina/ajar tentang Jalan Allah (Kis. 18:24-26). Dari sini, kita belajar jiwa dan semangat pemberitaan Injil dan pengajaran ada di dalam diri mereka berdua. Mereka bukan hanya setia mengikuti Paulus, mereka juga bersemangat memberitakan Firman Tuhan, meskipun mereka berprofesi sebagai tukang kemah. Ini menjadi pelajaran buat kita. Kita yang berprofesi apa pun memang tidak dipanggil oleh Tuhan untuk melayani di mimbar gereja atau lainnya, tetapi Ia memanggil kita melayani-Nya dengan sungguh-sungguh. Teladan Akwila dan Priskila mengajar kita bahwa melayani Tuhan bukan sekadar aktivitas, namun panggilan dan panggilan itu direalisasikan dengan semangat memberitakan Firman. Berarti, kronologisnya: panggilan Tuhan à melayani Tuhan sambil memberitakan Firman-Nya.


Sudahkah kita melayani-Nya sambil memberitakan Firman-Nya? Kiranya Tuhan menolong kita mengerjakan panggilan-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.


Posted by Denny Teguh Sutandio at 11:50 AM 0 comments
Labels: Eksposisi Alkitab (Surat Roma) oleh Denny Teguh S.
09 August 2009
Roma 16:1-2: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-1: Febe
Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-7


Salam Kepada Saudara Seiman-1: Febe

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:1-2.



Saat ini kita beralih ke pasal terakhir dari surat Roma. Pasal ini dibagi menjadi tiga perikop oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), yaitu: Salam, Peringatan, dan Segala kemuliaan bagi Allah. Tiga perikop ini saya klasifikasikan sendiri, sebagai: salam kepada saudara seiman dan sepelayanan (16:1-16, 21-24), peringatan akan bahaya perpecahan (16:17-20), dan salam terakhir Paulus (melalui Tertius) yang berisi penyingkapan kemuliaan Allah (16:25-27). Perikop pertama adalah tentang salam kepada saudara seiman/sepelayanan. Mengapa salam ini diperlukan? Geneva Bible Translation Notes menafsirkan bahwa nama-nama saudara seiman/sepelayanan itu disebutkan dan diberi salam bertujuan agar jemaat di Roma mengetahui siapa yang paling dihargai dan juga kepada siapa mereka harus mengikuti. Menarik sekali tafsiran ini. Dengan kata lain, melalui penyebutan nama-nama di dalam salamnya, Paulus ingin agar jemaat Roma mengenal orang-orang yang disebutkan dan mengikuti mereka. Di luar orang-orang yang disebutkannya, Paulus tentu tidak mengenalnya dan itu bisa berbahaya bagi pertumbuhan iman (=menyesatkan) jemaat Roma (bdk. Rm. 16:17).


Di ayat 1, Paulus menyatakan, “Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea,” Sebagai pembukaan terhadap salamnya, Paulus menyapa Febe. Siapakah Febe? Terjemahan Indonesia kurang jelas menyatakan identitas asli Febe. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible memberikan keterangan tambahan tentang Febe, yaitu Febe adalah seorang pembawa surat Paulus. Selain itu, Febe adalah seorang Yunani dan menjabat sebagai pelayan Tuhan di jemaat Roma. Kata “servant” di dalam NIV, King James Version (KJV), dan mayoritas Alkitab terjemahan Inggris di dalam bahasa aslinya menggunakan kata diakonos yang diterjemahkan: diaken/pelayan (minister). Analytical-Literal Translation (ALT) menambahkan satu kata setelah servant yaitu deaconess (diaken wanita). NIV Spirit of the Reformation Study Bible memberikan penjelasan bahwa ada sedikit persetujuan tentang jabatan Febe, apakah ia benar-benar seorang diaken di gereja ataukah ia hanya melayani Tuhan di gereja (bukan diaken). Sedangkan Albert Barnes, Adam Clarke, dan Matthew Henry di dalam tafsiran mereka menegaskan bahwa Febe adalah seorang diaken yang melayani di Kengkrea. Menurut Adam Clarke di dalam tafsirannya Adam Clarke’s Commentary on the Bible, diaken pada waktu itu bertugas mengurus para petobat wanita untuk dibaptis, mengajar para katekumen atau para calon baptisan, mengunjungi orang sakit dan mereka yang ada di dalam penjara. Syarat diaken ditetapkan di dalam 1 Timotius 3:8-9. Lalu, Febe dikatakan melayani jemaat di Kengkrea. Kengkrea, menurut Dr. John Gill dan Albert Barnes di dalam tafsiran mereka, adalah pelabuhan laut kota Korintus. Dari ayat ini, kita belajar dua hal penting:
Pertama, menyebut Febe sebagai saudara. Paulus menyebut Febe sebagai saudara. Dr. John Gill menafsirkan “saudara” ini bukan saudara secara jasmaniah, namun secara rohaniah. Begitu juga halnya dengan Matthew Henry yang menafsirkan “saudara” ini sebagai pengertian saudara di dalam anugerah. Lalu, apa pentingnya kata “saudara” ini? Pentingnya adalah Paulus menyebut Febe, seorang perempuan sebagai saudara seiman. Di dalam tradisi Yahudi, ada pemisahan antara pria dan wanita, bahkan di dalam ibadah. Paulus menerobos budaya Yahudi dengan pengertian integratif bahwa pria dan wanita itu sama di mata Tuhan dan di dalam persekutuan di dalam Kristus, meskipun masih ada perbedaan natur dan otoritas di antara keduanya.

Kedua, memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat lain. Luar biasa, Paulus bukan mengingatkan jemaat Roma untuk memperhatikan orang-orang yang melayani di Roma, tetapi justru orang yang melayani di luar Roma, yaitu di daerah Korintus. Ini adalah suatu teladan bagi kita. Kita sering kali hanya memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat kita berada, namun tidak memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat lain atau bahkan di pelosok-pelosok daerah. Paulus mengajar kita agar kita juga memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat lain misalnya dengan mendoakan mereka atau/dan mengirimkan bantuan bagi mereka melalui lembaga pelayanan yang bertanggungjawab.


Bukan hanya menganggap Febe sebagai saudara seiman dan pelayan Tuhan, Paulus mengingatkan jemaat Roma untuk menyambutnya dan memberikan bantuan kepadanya. Di ayat 2, ia berkata, “supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang-orang kudus, dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri.” Dari ayat ini, kita belajar dua poin penting:
Pertama, menyambut saudara seiman di dalam Tuhan. Paulus mengingatkan jemaat Roma untuk menyambut Febe sebagai saudara seiman di dalam Tuhan, seperti seharusnya bagi orang-orang kudus. Berarti, seorang diaken bisa diidentikkan dengan orang kudus pada zaman itu, karena yang bisa menjadi diaken haruslah orang yang memelihara kekudusan. Bagaimana dengan kita? Kita sebagai orang Kristen juga disebut orang-orang kudus, bukan karena kita sudah kudus 100%, tetapi secara status kita telah dikuduskan melalui penebusan Tuhan Yesus Kristus. Kita pun harus menerima dan menyambut saudara seiman kita juga di dalam Tuhan sebagai sesama anggota tubuh Kristus. Bagaimana caranya? Dengan menerima dan menyambut mereka apa adanya, misalnya dengan share iman, kerohanian, karakter, dll dengan mereka dan kita pun bisa belajar dari mereka banyak hal. Dengan menerima dan menyambut saudara seiman di dalam Kristus, kita sedang membangun sebuah persekutuan yang indah di dalam Kristus yang mengakibatkan orang-orang di luar Kristen akan merasakan cinta kasih Kristus.

Kedua, membantu saudara seiman jika diperlukan. Menyambut saudara seiman di dalam Tuhan bukan hanya ditandai dengan ucapan di mulut bibir kita saja, tetapi juga melalui perbuatan kita. Perbuatan itu ditandai dengan kerelaan kita membantu saudara seiman kita jika diperlukan. Ketika kita membantu mereka, kita menunjukkan kasih yang tulus dan benar kepada mereka dan mereka yang kita bantu akan melihat cinta kasih Kristus.

Lalu, mengapa Paulus mengingatkan jemaat Roma untuk membantu Febe? Paulus mengatakan bahwa karena Febe telah membantu banyak orang dan Paulus sendiri. Apakah ini berarti Paulus merasa hutang budi kepada Febe? Saya pikir, Paulus tidak demikian. Maksud Paulus tentu bukan ingin membalas budi kepada Febe, tetapi sebagai wujud rasa syukur Paulus kepada Allah sekaligus sebagai contoh untuk diteladani oleh jemaat Roma di dalam memberikan bantuan kepada sesama anak Tuhan.


Dari dua ayat ini, kita belajar sosok Febe dan pengakuan Paulus akan Febe. Bagaimana dengan kita? Maukah kita memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat lain dan membantu mereka sesuai dengan gerakan Tuhan di dalam hati kita? Kiranya melalui pembelajaran 2 ayat, kita dimengertikan akan signifikansi sesama anak Tuhan dan pelayan Tuhan demi pertumbuhan dan pelebaran Kerajaan Allah di bumi ini. Amin. Soli Deo Gloria

Tidak ada komentar:

Posting Komentar